Perlindungan Pekerja Optimal: Pemerintah Terbitkan PP JKP dan JKK
Pemerintah luncurkan PP Nomor 6 dan 7 Tahun 2025 untuk tingkatkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), serta beri keringanan iuran bagi industri padat karya.

Pemerintah Indonesia resmi menerbitkan dua Peraturan Pemerintah (PP) baru untuk meningkatkan perlindungan pekerja, yaitu PP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan PP Nomor 7 Tahun 2025 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Kedua PP ini merupakan turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi yang bertujuan untuk memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) yang lebih baik, terutama bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Kebijakan ini diumumkan pada 28 Februari 2025 di Jakarta dan mulai berlaku efektif sejak 7 Februari 2025.
Salah satu poin penting dalam PP JKP adalah peningkatan manfaat uang tunai. Manfaat uang tunai JKP kini mencapai 60 persen dari upah yang dilaporkan selama enam bulan, naik dari sebelumnya yang hanya 45 persen untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya. Batas upah maksimal yang digunakan untuk perhitungan tetap sebesar Rp5 juta. Selain itu, pemerintah juga menyederhanakan persyaratan kepesertaan dan klaim JKP, menghilangkan syarat iuran enam bulan berturut-turut, dan menetapkan masa kedaluwarsa manfaat selama enam bulan.
Perubahan juga diterapkan pada iuran JKP. Iuran JKP kini ditetapkan sebesar 0,36 persen, terdiri dari 0,14 persen dari rekomposisi iuran JKK dan 0,22 persen dari iuran pemerintah. Sistem rekomposisi iuran dari program Jaminan Kematian (JKM) telah dihapuskan. Hal ini diharapkan dapat mempermudah akses pekerja terhadap manfaat JKP dengan proses yang lebih cepat dan efisien.
Peningkatan Manfaat dan Relaksasi Iuran JKK
PP Nomor 7 Tahun 2025 tentang JKK juga membawa perubahan signifikan. Pemerintah memberikan relaksasi iuran JKK sebesar 50 persen selama enam bulan, mulai Februari hingga Juli 2025. Relaksasi ini ditujukan untuk sektor industri padat karya yang rentan terhadap dampak ekonomi, seperti industri makanan dan minuman, tekstil, kulit, alas kaki, mainan anak, dan furnitur. Langkah ini bertujuan untuk menjaga keberlangsungan usaha dan daya saing industri-industri tersebut.
Setelah periode relaksasi, tarif iuran JKK akan disesuaikan berdasarkan tingkat risiko lingkungan kerja. Untuk perusahaan dengan risiko Sangat Rendah, tarifnya adalah 0,120 persen; Rendah 0,270 persen; Sedang 0,445 persen; Tinggi 0,635 persen; dan Sangat Tinggi 0,870 persen. Perubahan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih komprehensif bagi pekerja di sektor-sektor tersebut.
Dengan adanya keringanan ini, diharapkan perusahaan-perusahaan di sektor padat karya dapat lebih mudah menjalankan operasionalnya tanpa terbebani oleh iuran JKK yang tinggi. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dampak Positif bagi Pekerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta, Deny Yusyulian, menyatakan bahwa terbitnya kedua PP ini memberikan kemudahan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan industri padat karya. "Tentunya hal ini akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi di Indonesia," katanya. Dengan peningkatan manfaat JKP dan relaksasi iuran JKK, pemerintah berharap dapat memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih optimal, melindungi pekerja yang terkena PHK, dan menjaga stabilitas industri padat karya. Kebijakan ini juga merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, penerbitan PP JKP dan JKK menandai langkah signifikan pemerintah dalam meningkatkan perlindungan pekerja di Indonesia. Perubahan-perubahan yang diterapkan, baik dari sisi manfaat maupun iuran, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pekerja dan perekonomian nasional. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.