PKH 2025: Jembatan Harapan Keluarga Miskin di Tengah Tantangan Ekonomi
Program Keluarga Harapan (PKH) 2025 diharapkan menjadi solusi bagi 10 juta keluarga miskin di Indonesia untuk mengakses pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, namun kendala data masih menjadi tantangan.

Program Keluarga Harapan (PKH) telah menjadi penyelamat bagi banyak keluarga miskin di Indonesia, termasuk Sari, seorang ibu di Kalimantan Barat yang mengandalkan bantuan ini untuk membiayai pendidikan anaknya. Pemerintah memastikan kelanjutan PKH hingga 2025 dengan anggaran Rp28,7 triliun untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) secara nasional. Bantuan ini tidak hanya berupa uang tunai, tetapi juga upaya untuk memutus rantai kemiskinan antar generasi dengan mendorong akses pendidikan, kesehatan, dan perlindungan bagi lansia serta penyandang disabilitas.
PKH bertujuan untuk memastikan keluarga miskin dapat mengakses hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Dengan adanya program ini, diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan dan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun, realisasi di lapangan masih dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama terkait akurasi data penerima manfaat.
Di Kalimantan Barat, PKH menargetkan rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan ibu hamil, balita, anak usia sekolah, lansia, dan penyandang disabilitas. Proses penentuan penerima melibatkan musyawarah desa/kelurahan, verifikasi, dan validasi data sebelum ditetapkan oleh Menteri Sosial. Kendati demikian, akses dan literasi digital yang terbatas menjadi kendala utama dalam pendaftaran melalui aplikasi Cek Bansos, serta ditemukannya kasus satu akun digunakan oleh lebih dari satu KPM.
Penyaluran dan Kategori Penerima PKH
Pada tahap pertama tahun 2025, tercatat 161.954 KPM di Kalimantan Barat menerima bantuan PKH. Jumlah ini dapat berubah seiring pemutakhiran data. PKH memiliki tiga kategori utama: pendidikan (anak sekolah SD, SMP, SMA), kesehatan (ibu hamil dan balita), dan kesejahteraan sosial (lansia dan penyandang disabilitas). Besaran bantuan bervariasi untuk setiap kategori, dengan pencairan dilakukan dalam empat tahap sepanjang tahun.
Selain bantuan tunai, penerima PKH diwajibkan mengikuti pertemuan kelompok B2K2 setiap bulan untuk mendapatkan edukasi kesehatan, pengasuhan anak, dan pengelolaan keuangan. Jadwal pencairan dana PKH terbagi dalam empat tahap: Januari-Maret, April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember. Besaran bantuan bervariasi, misalnya ibu hamil dan anak usia dini (0-6 tahun) mendapatkan Rp750.000 setiap tiga bulan, sementara lansia dan penyandang disabilitas berat menerima Rp600.000 setiap tiga bulan.
Dengan jumlah penerima yang signifikan, PKH di Kalbar diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan. Namun, sistem penyaluran bantuan ini juga menghadapi tantangan dalam hal ketepatan sasaran. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Desa Parit Baru, Musa, banyak data penerima PKH dari pusat tidak tepat sasaran, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat. Proses verifikasi yang kurang melibatkan pemerintah desa dan RT menjadi salah satu penyebabnya.
Tantangan Akurasi Data dan Harapan Ke Depan
Musa menekankan pentingnya verifikasi langsung di lapangan yang melibatkan pemerintah desa dan RT agar bantuan benar-benar tepat sasaran. Ia juga menyoroti kesulitan akses data penerima PKH oleh pemerintah desa. Menurutnya, pengumuman data penerima PKH dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat, dinas sosial, dan pemerintah desa sangat diperlukan untuk memastikan ketepatan sasaran dan mencegah penerima bantuan ganda.
Ketua APDESI Kecamatan Sungai Raya ini juga menyarankan agar data penerima PKH diumumkan secara terbuka agar dapat diverifikasi bersama. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya penerima yang mendapatkan PKH sekaligus bantuan lainnya (BLT), sementara warga yang lebih membutuhkan justru tidak mendapatkan bantuan sama sekali. Dengan demikian, PKH dapat menjadi akses yang efektif bagi keluarga miskin untuk mendapatkan hak dasar mereka dari negara.
Secara keseluruhan, PKH diharapkan dapat menjadi jembatan harapan bagi jutaan keluarga miskin di Indonesia. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada perbaikan sistem pendataan dan penyaluran bantuan agar tepat sasaran. Dengan koordinasi yang lebih baik dan verifikasi yang lebih ketat, PKH dapat benar-benar menjadi solusi bagi keluarga miskin dalam mengakses hak-hak dasar mereka dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.