Rupiah Diprediksi Menguat Terhadap Dolar AS Imbas Penurunan Peringkat Utang Amerika Serikat
Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS setelah Moody's menurunkan peringkat utang Amerika Serikat yang memicu pelemahan mata uang Paman Sam.

Jakarta - Nilai tukar (kurs) rupiah diperkirakan akan mengalami penguatan terhadap dolar AS. Hal ini dipicu oleh keputusan lembaga pemeringkat Moody's yang menurunkan peringkat utang Amerika Serikat (AS). Penurunan peringkat utang ini memberikan tekanan pada dolar AS, sehingga membuka peluang bagi mata uang Garuda untuk menguat.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menyampaikan bahwa penurunan peringkat utang AS oleh Moody's menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Kondisi ini, menurutnya, dapat dimanfaatkan oleh rupiah untuk menunjukkan performa yang lebih baik di pasar valuta asing. Pelemahan ekonomi AS akibat kebijakan tarif yang menurunkan konsumsi turut memperburuk posisi dolar AS.
Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) juga menjadi faktor pendukung penguatan rupiah. Tekanan dari Presiden AS Donald Trump agar The Fed segera memangkas suku bunga semakin memperkuat sinyalemen tersebut. Kombinasi dari faktor-faktor ini membuat rupiah diprediksi akan bergerak ke arah yang lebih positif.
Faktor-faktor Pendorong Penguatan Rupiah
Penurunan peringkat utang AS oleh Moody's didasarkan pada kekhawatiran terhadap kondisi fiskal negara tersebut. Moody's menilai bahwa pemerintah dan Kongres AS gagal mengatasi tren defisit fiskal tahunan yang besar dan kenaikan biaya bunga. Melansir Xinhua, penurunan peringkat utang pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1 bakal meningkatkan tekanan ekonomi AS yang tengah menghadapi risiko resesi di tengah peningkatan tarif dan ekspektasi inflasi.
Keputusan Moody's ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap keberlanjutan fiskal AS. Defisit yang terus meningkat dan beban bunga yang semakin berat dapat mengganggu stabilitas ekonomi negara tersebut. Hal ini kemudian berdampak pada kepercayaan investor terhadap dolar AS, yang pada gilirannya memicu pelemahan mata uang tersebut.
Selain faktor internal AS, kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump juga turut berkontribusi pada pelemahan dolar AS. Tarif impor yang tinggi dapat menekan konsumsi domestik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini membuat The Fed memiliki alasan untuk menurunkan suku bunga, yang semakin menekan nilai tukar dolar AS.
Prediksi dan Kondisi Pasar Rupiah
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Ariston Tjendra memprediksi bahwa kurs rupiah dapat menguat ke kisaran Rp16.350-Rp16.400 per dolar AS. Proyeksi ini menunjukkan potensi penguatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan posisi rupiah saat ini.
Pada pembukaan perdagangan hari Senin pagi di Jakarta, nilai tukar rupiah tercatat melemah sebesar 36 poin atau 0,22 persen menjadi Rp16.481 per dolar AS. Meskipun demikian, potensi penguatan masih terbuka lebar jika sentimen pasar terus mendukung rupiah.
Penting untuk dicatat bahwa pergerakan nilai tukar mata uang sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar dan faktor-faktor eksternal. Oleh karena itu, prediksi ini bersifat sementara dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada perkembangan kondisi ekonomi global dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah serta bank sentral.
Secara keseluruhan, penurunan peringkat utang AS oleh Moody's memberikan peluang bagi rupiah untuk menguat terhadap dolar AS. Ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed juga menjadi faktor pendukung. Meskipun demikian, pelaku pasar perlu tetap waspada dan memantau perkembangan kondisi ekonomi global serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan bank sentral.