RUU Perampasan Aset: Terobosan Signifikan Pulihkan Kerugian Negara?
RUU Perampasan Aset dinilai sebagai terobosan signifikan dalam pemulihan kerugian negara akibat korupsi dan kejahatan ekonomi, meskipun perlu pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, pada Jumat, 02 Mei 2023, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset merupakan langkah krusial untuk memulihkan kerugian negara yang signifikan akibat korupsi dan kejahatan ekonomi. RUU ini diharapkan dapat mengatasi kendala hukum yang selama ini menghambat proses perampasan aset, seperti proses yang panjang dan rumit. Kehadirannya dinilai penting untuk memberikan efek jera, membangun kepercayaan publik, dan meningkatkan transparansi pengelolaan sumber daya negara.
Indonesia saat ini belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perampasan aset secara komprehensif. Ketentuan yang ada tersebar di berbagai undang-undang, dan prosesnya seringkali terhambat karena harus menunggu putusan pengadilan. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat pengembalian aset hasil kejahatan dibandingkan dengan total kerugian negara.
Bamsoet menekankan bahwa RUU Perampasan Aset akan menggunakan mekanisme non-conviction based asset forfeiture (NCB), yang memungkinkan perampasan aset tanpa menunggu vonis pengadilan. Ini merupakan terobosan inovatif yang diadopsi oleh banyak negara lain, seperti Australia dan Amerika Serikat, untuk mempercepat proses pemulihan aset dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum.
Mekanisme Perampasan Aset yang Lebih Efektif
RUU Perampasan Aset dirancang untuk mengatasi kelemahan dalam sistem hukum yang ada. Proses perampasan aset yang sebelumnya seringkali terhambat karena harus menunggu putusan pengadilan, kini diharapkan dapat dipercepat dengan mekanisme NCB. Hal ini akan memudahkan pemerintah dalam mengejar aset yang disembunyikan atau dialihkan oleh pelaku kejahatan.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar Rp300 triliun aset hasil korupsi dan kejahatan keuangan lainnya belum berhasil dikembalikan ke negara. RUU ini diharapkan dapat membantu memulihkan aset tersebut secara signifikan.
Dengan adanya RUU ini, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan reputasinya di mata internasional dalam hal komitmen antikorupsi. Banyak negara maju telah menerapkan sistem serupa, dan Indonesia akan semakin selaras dengan standar internasional dalam pemberantasan kejahatan ekonomi.
Pentingnya Pengawasan dan Akuntabilitas
Meskipun RUU Perampasan Aset menawarkan solusi yang inovatif, Bamsoet mengingatkan pentingnya pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang kuat sangat krusial untuk memastikan transparansi dan mencegah korupsi dalam proses perampasan aset.
Pelibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil dan lembaga nonpemerintah, dalam pengawasan proses perampasan aset sangat penting. Hal ini akan memastikan bahwa proses tersebut dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Dukungan Presiden Prabowo Subianto terhadap RUU ini juga menjadi angin segar. Pernyataan dukungan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Implementasi RUU Perampasan Aset membutuhkan dukungan politik yang kuat dan pengawasan yang ketat. Dengan demikian, RUU ini diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam pemulihan kerugian negara dan penegakan hukum yang lebih baik di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci keberhasilan implementasi RUU ini.
Kesimpulan
RUU Perampasan Aset memiliki potensi besar untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi dan kejahatan ekonomi. Namun, keberhasilannya bergantung pada implementasi yang tepat dan pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat sipil, sangat penting untuk memastikan efektivitas RUU ini.