Sumsel Siaga Karhutla Akhir Mei 2025: Antisipasi Musim Kemarau Panjang
BPBD Sumsel menetapkan status siaga karhutla pada akhir Mei atau awal Juni 2025 untuk mengantisipasi musim kemarau panjang dan peningkatan titik panas, dengan dukungan peralatan dan personel yang siap siaga.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bersiap menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan menetapkan status siaga pada akhir Mei atau awal Juni 2025. Keputusan ini diambil setelah tiga daerah, yaitu Ogan Ilir, Musi Banyuasin, dan Banyuasin, mengajukan permohonan penetapan status siaga. Langkah antisipatif ini dilakukan untuk mencegah peningkatan signifikan titik panas (hotspot) yang diprediksi akan meningkat seiring dengan peralihan musim dan kemarau panjang yang diperkirakan mirip dengan tahun 2024.
Kepala Pelaksana BPBD Sumsel, M Iqbal Alisyahbana, menjelaskan bahwa penetapan status siaga didasarkan pada syarat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang mengharuskan minimal dua daerah terdampak. Ia menekankan pentingnya percepatan penetapan status siaga untuk mencegah peningkatan jumlah hotspot. "Sesuai syarat dari BMKG, untuk usulan status siaga ini minimal terdapat dua daerah terdampak. Saat ini sudah ada tiga daerah yang mengajukan, yaitu Ogan Ilir, Musi Banyuasin dan Banyuasin," katanya dalam keterangan pers di Palembang, Senin.
Antisipasi dini menjadi kunci utama dalam strategi penanggulangan karhutla di Sumsel. Dengan mempertimbangkan prediksi BMKG tentang kemarau panjang, BPBD Sumsel berupaya proaktif mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang meluas. "Kami mengantisipasi dari sekarang supaya jangan sampai nanti hotspot naik tajam. Apalagi, prediksi BMKG, kemarau kali ini lebih lama seperti tahun kemarin," ujar Iqbal.
Kesiap-siagaan BPBD Sumsel dalam Menghadapi Karhutla
BPBD Sumsel memastikan kesiapan peralatan dan personel dalam menghadapi ancaman karhutla. Peralatan penanggulangan karhutla telah dipersiapkan dengan baik dan personel telah dilatih untuk menghadapi berbagai skenario. Latihan terpadu antara TNI dan Polri pada tahun 2024 juga menjadi modal berharga dalam meningkatkan kesiapsiagaan petugas di lapangan. Hal ini menunjukkan komitmen BPBD Sumsel dalam menghadapi potensi bencana karhutla.
Selain kesiapan peralatan dan personel, koordinasi antar instansi juga menjadi faktor penting dalam penanggulangan karhutla. Rapat koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan akan segera dilakukan pada pertengahan Mei 2025 untuk mempercepat proses penetapan status siaga. Koordinasi yang baik diharapkan dapat mempermudah langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan karhutla.
Setelah status siaga ditetapkan, BPBD Sumsel akan menggelar Apel Siaga Karhutla yang rencananya akan dipimpin langsung oleh Gubernur Sumsel. Apel ini akan menjadi momentum untuk mengukuhkan komitmen bersama dalam menghadapi ancaman karhutla dan memastikan kesiapan seluruh pihak dalam menghadapi potensi bencana tersebut. "Setelah penetapan status siaga pada akhir Mei atau awal Juni 2025, kami akan gelar Apel Siaga Karhutla yang rencananya dipimpin Gubernur Sumsel," kata Iqbal.
Antisipasi Musim Kemarau dan Peningkatan Hotspot
Musim kemarau yang diperkirakan akan lebih panjang dari biasanya menjadi perhatian utama BPBD Sumsel. Pengalaman tahun 2024 menjadi pelajaran berharga dalam mengantisipasi potensi peningkatan hotspot. Dengan mempertimbangkan prediksi BMKG, BPBD Sumsel berupaya untuk melakukan langkah-langkah pencegahan sedini mungkin.
Penetapan status siaga karhutla merupakan langkah strategis untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla. Status siaga ini akan memudahkan koordinasi dan mobilisasi sumber daya untuk menghadapi potensi bencana karhutla. Dengan adanya status siaga, diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh karhutla.
BPBD Sumsel berharap dengan kesiapan yang matang dan koordinasi yang baik, ancaman karhutla dapat diatasi dengan efektif. Pencegahan dan penanggulangan karhutla merupakan tanggung jawab bersama, sehingga dibutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Dengan adanya langkah-langkah antisipatif ini, diharapkan Sumatera Selatan dapat meminimalisir dampak negatif dari kebakaran hutan dan lahan di tahun 2025.