TKDN: Benteng Industri Alat Kesehatan RI di Tengah Perang Tarif Global
Pakar UGM tekankan pentingnya TKDN untuk melindungi industri alat kesehatan dalam negeri dari dampak perang tarif global dan mendorong substitusi impor.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Laksono Trisnantoro, pada webinar Senin lalu di Jakarta, menekankan pentingnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai pelindung industri alat kesehatan (alkes) Indonesia. Perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China berpotensi mengalihkan pasar alkes ke Indonesia, sehingga diperlukan strategi untuk melindungi industri dalam negeri. Prof. Laksono memperingatkan potensi banjir impor alkes jika Indonesia tidak bersiap.
Pernyataan Prof. Laksono didasari kekhawatiran akan masuknya produk alkes dari negara yang terkena dampak perang tarif. Ia melihat peluang besar bagi Indonesia sebagai pasar alternatif, namun juga potensi ancaman bagi industri alkes dalam negeri. Oleh karena itu, penguatan TKDN menjadi sangat krusial untuk menjaga daya saing dan keberlangsungan industri alkes di Indonesia.
Webinar tersebut membahas dampak potensial dari peningkatan impor alkes terhadap industri dalam negeri. Prof. Laksono menyoroti pentingnya melindungi industri alkes domestik, bukan hanya sebagai sektor ekonomi, tetapi juga untuk ketahanan kesehatan nasional. Ia menekankan perlunya strategi yang komprehensif untuk menghadapi dinamika global ini.
Peran TKDN dalam Perlindungan Industri Alkes
Menurut Prof. Laksono, industri alkes memiliki rantai pasok yang kompleks, mulai dari hulu (bahan baku) hingga hilir (penggunaan di rumah sakit dan masyarakat). TKDN berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah subsektor industri pendukung, seperti industri logam, karet/plastik, benang, dan bahan baku biologis. Dengan TKDN yang kuat, industri-industri pendukung ini juga akan terlindungi dan berkembang.
Ia menambahkan bahwa penyerapan industri alkes domestik sangat bergantung pada pasar dalam negeri. Oleh karena itu, kebijakan TKDN yang sudah ada harus diperkuat, bukan dilemahkan. Hal ini akan mendorong pertumbuhan industri alkes dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Lebih lanjut, Prof. Laksono menyarankan pemerintah untuk melanjutkan kebijakan substitusi impor. Momentum perang tarif yang diterapkan AS sebesar 32 persen terhadap produk RI bisa dimanfaatkan untuk memperkuat industri alkes dalam negeri. Ini adalah peluang untuk meningkatkan daya saing dan eksistensi industri alkes Indonesia di pasar global.
Potensi dan Tantangan Industri Alkes Indonesia
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat capaian positif ekspor alkes nasional pada 2024 mencapai 273 juta dolar AS (Rp4,6 triliun). Peningkatan transaksi produk alkes dalam negeri melalui e-katalog juga mencapai 48 persen. Data Sistem Industri Nasional (SINAS) mencatat 393 perusahaan alkes terdaftar, dengan 2.505 sertifikat TKDN yang masih berlaku.
Meskipun terdapat potensi besar, industri alkes Indonesia masih menghadapi tantangan. Perang tarif global dan potensi banjir impor alkes memerlukan strategi yang tepat untuk menjaga daya saing. Penguatan TKDN, kebijakan substitusi impor, dan pemanfaatan momentum perang tarif menjadi kunci keberhasilan.
Prof. Laksono menegaskan, "Kegaduhan ini, bisa kita betul-betul dilihat momentum untuk perbaikan bagi industri alkes." Pernyataan ini menekankan pentingnya memanfaatkan situasi global untuk memperkuat industri alkes dalam negeri dan mencapai kemandirian.
Dengan strategi yang tepat dan dukungan pemerintah, industri alkes Indonesia berpotensi besar untuk tumbuh dan berkembang, bahkan di tengah dinamika pasar global yang penuh tantangan.