Pencegahan Kusta: Langkah Krusial Cegah Penyebaran dan Disabilitas
Dokter Rehabilitasi Medis menekankan pentingnya pencegahan kusta untuk kendalikan penularan dan cegah disabilitas akibat kerusakan saraf, mengingat Indonesia masih jadi negara dengan kasus kusta terbesar ketiga di dunia.
Jakarta, 4 Februari 2024 - Dokter spesialis Rehabilitasi Medis, dr. Luh Karunia Wahyuni, menekankan pentingnya upaya pencegahan kusta untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini. Hal ini disampaikan dalam sebuah webinar daring di Jakarta. Menurut dr. Luh, tantangan tidak hanya terletak pada pengobatan kusta itu sendiri, melainkan juga pada pencegahan disabilitas yang diakibatkannya.
Kusta, penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, menyerang saraf tepi. Akibatnya, penderitanya dapat mengalami mati rasa di beberapa bagian tubuh, seperti tangan, kaki, wajah, dan mata. Kondisi ini berbahaya karena penderitanya tidak dapat merasakan suhu, tekanan, atau rasa sakit.
Dampak Serangan Saraf Tepi
Kehilangan sensasi ini berisiko tinggi menyebabkan luka yang tidak disadari. Luka-luka tersebut dapat terinfeksi dan jika dibiarkan, dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Faktor lain seperti kebiasaan merokok atau diabetes dapat memperparah kondisi ini. Lama kelamaan, hal ini dapat menyebabkan kontraktur (kekakuan sendi) dan bahkan tulang dapat lepas. Oleh karena itu, pencegahan sejak dini sangatlah krusial.
Peran Rehabilitasi Medis
Selain pengobatan untuk membunuh bakteri penyebab kusta, rehabilitasi medis juga sangat penting. Rehabilitasi medis bertujuan untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi akibat serangan bakteri. Mati rasa yang menyebabkan kekakuan dan gangguan fungsi anggota gerak dapat diatasi melalui terapi rehabilitasi.
Gangguan fungsi tangan dan kaki dapat sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti menggenggam atau berjalan. Oleh karena itu, intervensi rehabilitasi sedini mungkin sangat penting untuk meminimalisir dampak jangka panjang.
Eliminasi Kusta di Indonesia
Indonesia masih menempati peringkat tiga negara dengan kasus kusta tertinggi di dunia. dr. Luh menyerukan kolaborasi berbagai pihak untuk mengeliminasi kusta melalui pencegahan dan deteksi dini. Fokus perlu diberikan pada daerah-daerah di Indonesia yang masih menjadi endemik kusta, yang mana membutuhkan upaya lebih untuk mengatasi masalah ini.
Deteksi dini dan pengobatan tepat waktu sangat krusial untuk mencegah kecacatan permanen. Pencegahan kusta harus menjadi prioritas untuk melindungi masyarakat dan mewujudkan Indonesia bebas kusta.