Mantan Komisioner DKPP Gugat UU Pemilu: Minta DKPP Merdeka dari Kemendagri
Empat mantan komisioner DKPP mengajukan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi, meminta DKPP menjadi lembaga mandiri seperti KPU dan Bawaslu, terlepas dari kendali Kemendagri.
Jakarta, 25 April 2025 - Dalam sebuah langkah signifikan untuk memperkuat kemandirian Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), empat mantan komisionernya mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar DKPP dilepaskan dari kendali Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan diubah statusnya menjadi lembaga mandiri, setara dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Muhammad, Nur Hidayat Sardini, Ferry Fathurokhman, dan Firdaus, keempat mantan komisioner tersebut, berpendapat bahwa ketergantungan DKPP pada Kemendagri menghambat independensi lembaga dalam menjalankan tugas pengawasan etik penyelenggara pemilu. Mereka menilai struktur kelembagaan dan kewenangan DKPP saat ini tidak seimbang dengan KPU dan Bawaslu, terutama dalam hal otonomi anggaran dan status administratif.
Kuasa hukum para pemohon, Sandy Yudha Pratama Hulu, dalam sidang pendahuluan di MK pada Jumat lalu, menyatakan, "DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu harus disertakan dengan lembaga penyelenggara pemilu lainnya." Permohonan ini didaftarkan dengan nomor perkara 34/PUU-XXIII/2025.
Permohonan Perubahan Status dan Nomenklatur DKPP
Inti permohonan para mantan komisioner ini adalah perubahan nomenklatur sekretariat DKPP menjadi sekretariat jenderal. Mereka berargumen bahwa perubahan ini akan meningkatkan independensi DKPP dan membebaskannya dari potensi intervensi pihak eksternal. Saat ini, sekretariat DKPP berada di bawah naungan Kemendagri, yang menurut para pemohon, membatasi otonomi dan kewenangan lembaga.
Sandy menjelaskan ketidaksetaraan antara DKPP dengan KPU dan Bawaslu, "Ketimpangan tersebut dilihat melalui komparasi nyata dalam hal independensi kelembagaan, secara khusus dalam pengelolaan kesekretariatan. KPU dan Bawaslu memiliki sekretariat jenderal sendiri, tetapi DKPP masih berbentuk sekretariat yang menginduk di Kemendagri," ujarnya. Perubahan ini diharapkan dapat menjamin DKPP menjalankan tugasnya secara profesional, independen, dan akuntabel.
Para pemohon juga mempertanyakan konstitusionalitas Pasal 162 dan Pasal 163 UU Pemilu. Mereka berpendapat pasal-pasal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kemandirian lembaga negara yang dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1).
Perubahan Pasal-Pasal yang Diuji dalam UU Pemilu
Permohonan perubahan spesifik yang diajukan para pemohon meliputi perubahan redaksional beberapa pasal dalam UU Pemilu. Mereka meminta agar Pasal 162 diubah, dari frasa "untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP, dibentuk sekretariat DKPP" menjadi "untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP, dibentuk sekretariat jenderal DKPP."
Perubahan serupa juga diajukan untuk Pasal 163 ayat (1), (2), (3), dan (4). Mereka meminta agar jabatan Sekretaris DKPP diubah menjadi Sekretaris Jenderal DKPP, dengan status ASN jabatan pimpinan tinggi madya yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul DKPP, bukan lagi oleh Menteri Dalam Negeri. Hal ini bertujuan untuk memastikan independensi dan akuntabilitas DKPP.
Dengan perubahan-perubahan ini, para pemohon berharap DKPP dapat menjalankan tugasnya secara optimal dan setara dengan lembaga penyelenggara pemilu lainnya. Mereka meyakini bahwa penguatan DKPP sangat penting untuk menjaga integritas dan profesionalisme penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Putusan MK atas permohonan uji materi ini akan sangat menentukan masa depan DKPP dan perannya dalam mengawasi etika penyelenggara pemilu di Indonesia. Proses hukum ini menjadi sorotan publik, mengingat pentingnya peran DKPP dalam menjaga integritas proses demokrasi.