Pemkot Solok Larang Wisuda TK, SD, dan SMP: Fokus pada Efisiensi Anggaran dan Penguatan Gotong Royong
Pemerintah Kota Solok melarang wisuda di TK, SD, dan SMP untuk mengefisiensikan anggaran dan mendorong penguatan nilai gotong royong di lingkungan sekolah serta masyarakat.
Pemerintah Kota (Pemkot) Solok, Sumatera Barat, secara resmi melarang pelaksanaan upacara wisuda di tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), baik negeri maupun swasta. Kebijakan ini diumumkan oleh Wali Kota Solok, Ramadhani Kirana Putra, pada Kamis, 24 April. Pelarangan ini bertujuan untuk mengefisiensikan anggaran dan lebih menekankan pada proses belajar mengajar yang berkelanjutan serta peningkatan nilai-nilai sosial kemasyarakatan.
Wali Kota Solok menekankan bahwa proses belajar mengajar bagi siswa TK, SD, dan SMP belum berakhir dan masih akan berlanjut. Oleh karena itu, pelaksanaan wisuda dinilai kurang relevan. "Ke depan bagi TK, SD dan SMP di Kota Solok baik negeri ataupun swasta tidak ada lagi wisuda, hal ini untuk segera disosialisasikan. Karena proses belajarnya belum berhenti dan masih berlanjut," tegas Ramadhani Kirana Putra. Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan upaya pemerintah daerah dalam mengoptimalkan penggunaan anggaran pendidikan.
Keputusan ini diambil di tengah tantangan efisiensi anggaran yang dihadapi Pemkot Solok. Ramadhani Kirana Putra menyampaikan bahwa tahun 2025 merupakan tahun yang berat bagi pemerintah daerah, dengan target pengurangan anggaran hingga Rp106 miliar untuk menghindari potensi tunda bayar di akhir tahun. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang dinilai kurang efektif dan efisien perlu ditinjau ulang, termasuk pelaksanaan wisuda di sekolah-sekolah dasar dan menengah pertama.
Kebijakan Sederhana dan Penguatan Gotong Royong
Selain pelarangan wisuda, Pemkot Solok juga berupaya menyederhanakan seragam sekolah. Jumlah jenis seragam sekolah akan dikurangi untuk efisiensi biaya dan administrasi. Selain itu, Pemkot Solok juga mendorong agar proses belajar mengajar di sekolah hanya sampai hari Jumat, sementara hari Sabtu dikhususkan untuk kegiatan peningkatan kreativitas dan kegiatan sosial, seperti gotong royong.
Wali Kota Solok menyoroti pentingnya revitalisasi nilai gotong royong di tengah masyarakat. "Saat ini sudah nampak berkurang jiwa gotong royong dan kepedulian antarsesama di lingkungan masyarakat. Kita mulai dari lingkungan Dinas Pendidikan dan sekolah-sekolah," ujarnya. Inisiatif ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepedulian sosial di kalangan siswa sejak dini.
Pemkot Solok juga mengapresiasi sekolah-sekolah yang telah melaksanakan kegiatan positif di luar anggaran APBD dan APBN. Sebagai contoh, SMPN 3 Kota Solok baru-baru ini menggelar turnamen futsal. Hal ini menunjukkan kreativitas dan inisiatif sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di tengah keterbatasan anggaran.
Tantangan dan Harapan di Dunia Pendidikan Kota Solok
Wali Kota Solok juga menyampaikan apresiasi kepada para guru atas pengabdian mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ia menekankan pentingnya terobosan baru dalam dunia pendidikan untuk mencetak generasi penerus yang lebih baik. Saat ini, keberhasilan pendidikan diukur berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang saat ini rata-rata 11 tahun delapan bulan di Kota Solok.
Ramadhani Kirana Putra berharap adanya peningkatan komunikasi dan sinergi antara kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa. "Banyak problem yang kita hadapi, kami berharap lebih intens berkomunikasi antara kepala sekolah dan guru untuk membuka ruang komunikasi seluas-luasnya kepada orang tua. Banyak perilaku yang kurang baik di luar pengawasan kita guru. Untuk lebih maksimal mari kita buka ruang komunikasi lebih luas lagi," pesannya. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih kondusif dan efektif.
Pemerintah Kota Solok menyadari bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam dunia pendidikan. Namun, dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, diharapkan kualitas pendidikan di Kota Solok dapat terus ditingkatkan. Kebijakan-kebijakan yang diambil, meskipun terkesan ketat, bertujuan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih efisien, efektif, dan berorientasi pada peningkatan kualitas karakter dan nilai-nilai sosial siswa.