35 Nelayan Indonesia Ditahan di Papua Nugini, KBRI Port Moresby Dampingi Proses Hukum
KBRI Port Moresby mendampingi proses hukum 35 nelayan Indonesia yang ditahan di Papua Nugini karena penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan PNG.

Jayapura, 25 April 2024 - Sebanyak 35 nelayan Indonesia ditangkap dan ditahan di Port Moresby, Papua Nugini (PNG), karena diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan PNG. Kejadian ini melibatkan tiga kapal nelayan Indonesia, yaitu KM Eka Jaya, KM Akifa, dan KM Bintang Samudra. Penangkapan dilakukan oleh tentara PNG (PNGDF) dan National Fisheries Authority (NFA) pada tanggal 12-15 Maret 2024 saat patroli di perairan perbatasan RI-PNG.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Port Moresby langsung bergerak cepat untuk mendampingi proses hukum para nelayan tersebut. Duta Besar RI untuk PNG, Andriana Supandi, menyatakan bahwa KBRI telah meminta izin kepada otoritas perikanan PNG (NFA) untuk bertemu dengan para nelayan. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan bantuan hukum dan memastikan hak-hak para nelayan terlindungi.
Proses pendampingan hukum dilakukan secara terpisah. Untuk 12 nelayan yang ditahan di penjara Bobana, KBRI telah mengajukan permohonan akses kunjungan. Sementara itu, untuk 23 nelayan dari KM Eka Jaya, KBRI telah mendapatkan izin dan akan segera mengunjungi mereka di pelabuhan tempat kapal tersebut berlabuh. KBRI berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada para nelayan Indonesia yang tengah menghadapi masalah hukum di PNG.
Proses Hukum dan Sanksi
Berdasarkan informasi dari NFA, ketiga kapal nelayan tersebut ditangkap di area 'dogleg', wilayah perairan PNG dekat perbatasan laut RI-PNG. KM Eka Jaya membawa 23 anak buah kapal (ABK), KM Akifa membawa tujuh ABK, dan KM Bintang Samudra membawa lima ABK. Kasus yang dihadapi para nelayan berbeda-beda.
Untuk KM Eka Jaya, pemilik kapal meminta penyelesaian kasus melalui proses administratif. NFA telah mengirimkan penalty notice kepada pemilik kapal melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI di Jakarta terkait besarnya denda yang harus dibayarkan. Besaran denda masih menunggu informasi lebih lanjut dari KKP.
Sementara itu, kasus KM Bintang Samudra dan KM Akifa telah disidangkan di pengadilan PNG. Pengadilan PNG pada 4 April 2024 memutuskan kapten kedua kapal bersalah dan dijatuhi denda 150.000 PNG Kina (mata uang PNG) masing-masing karena melakukan tiga pelanggaran perikanan. Kesepuluh ABK dari kedua kapal juga dinyatakan bersalah dan dikenakan denda karena melakukan dua pelanggaran perikanan. Mereka diberi waktu tiga bulan untuk membayar denda atau menghadapi hukuman penjara lima tahun.
Proses hukum yang dihadapi para nelayan Indonesia di PNG ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap peraturan perikanan internasional. KBRI Port Moresby akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan pendampingan hukum yang optimal kepada para nelayan Indonesia.
Perlu diperhatikan bahwa informasi mengenai besaran denda yang harus dibayarkan masih menunggu konfirmasi lebih lanjut dari KKP. KBRI akan terus berupaya untuk memberikan informasi terbaru terkait perkembangan kasus ini.
Langkah KBRI dalam mendampingi para nelayan ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negaranya di luar negeri. Semoga kasus ini dapat segera diselesaikan dengan baik dan para nelayan dapat kembali ke Indonesia.