AHY Desak Penindakan Tegas Kasus Pagar dan Sertifikat Laut
Menko Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendesak tindakan tegas terhadap temuan pagar dan sertifikat tanah di wilayah laut di berbagai daerah Indonesia, yang melibatkan perusahaan besar dan berpotensi merugikan negara.
![AHY Desak Penindakan Tegas Kasus Pagar dan Sertifikat Laut](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/06/230054.834-ahy-desak-penindakan-tegas-kasus-pagar-dan-sertifikat-laut-1.jpg)
Kasus kepemilikan lahan di wilayah pesisir kembali mencuat. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pada Kamis (6/2) di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, menyatakan perlunya penindakan tegas terhadap temuan pagar dan sertifikat tanah di area laut. Pernyataan ini menyusul terungkapnya sejumlah kasus di berbagai daerah di Indonesia, yang melibatkan perusahaan besar dan luas lahan yang signifikan.
Investigasi Kasus Pagar dan Sertifikat Laut
AHY telah menginstruksikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menindaklanjuti temuan ini secara serius. "Sesuaikan dengan aturan, harus tegas. Saya sudah sampaikan ke Kementerian ATR/BPN agar menindaklanjuti secara tegas sesuai aturan yang berlaku," tegas AHY. Kasus ini melibatkan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di wilayah yang faktanya adalah laut, bukan daratan.
Salah satu kasus besar terungkap di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Di sana ditemukan 263 SHGB dan 17 SHM di wilayah pagar laut, dengan total luas lebih dari 410 hektare. Sebagian besar sertifikat dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, yang secara langsung maupun tidak langsung terafiliasi dengan Agung Sedayu Group, konglomerat yang juga mengembangkan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Pihak Agung Sedayu Group mengklaim bahwa lahan tersebut dulunya daratan dan menjadi laut karena abrasi. Namun, klaim ini perlu diverifikasi dan diteliti lebih lanjut oleh pihak berwenang. Kasus serupa juga ditemukan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, melibatkan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dengan lahan reklamasi seluas 2,5 hektare yang telah disegel Kementerian Lingkungan Hidup.
Penyebaran Kasus di Berbagai Wilayah
Masalah ini bukan hanya terjadi di Tangerang dan Bekasi. Di Jawa Barat, kasus serupa ditemukan di Subang, dengan SHM yang mencapai 460 hektare. Bahkan, ratusan warga Subang diduga namanya dicatut dalam penerbitan sertifikat tanah dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) tahun 2021. Di Jawa Timur, kasus serupa juga ditemukan di Sidoarjo dan Sumenep, melibatkan beberapa perusahaan besar dengan luas lahan yang signifikan.
Di luar Pulau Jawa, kasus serupa juga ditemukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Semua kasus ini menunjukkan adanya permasalahan sistemik dalam penerbitan sertifikat tanah di wilayah pesisir. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui Penjabat Gubernur Bey Triadi Machmudin, menyatakan dukungannya untuk pencabutan sertifikat yang bermasalah, namun menekankan pentingnya proses yang sesuai aturan agar tidak menimbulkan konflik hukum.
Langkah-langkah Selanjutnya
Pernyataan tegas AHY dan dukungan dari pemerintah daerah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini. Langkah selanjutnya adalah investigasi menyeluruh untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat, mekanisme penerbitan sertifikat yang bermasalah, dan proses hukum yang tepat untuk menyelesaikan kasus ini. Transparansi dan akuntabilitas sangat penting dalam memastikan keadilan dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Penting untuk memastikan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, melindungi kepentingan negara dan masyarakat.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam proses penerbitan sertifikat tanah, khususnya di wilayah pesisir yang rentan terhadap manipulasi dan penyalahgunaan. Pemerintah perlu memperkuat sistem dan regulasi untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara adil dan berkelanjutan.