BKSDA Aceh Gunakan Mercon Usir Beruang Madu di Abdya
Tim gabungan BKSDA Aceh berhasil mengusir beruang madu yang meresahkan warga di Abdya dengan menggunakan mercon, setelah beruang tersebut beberapa malam meneror warga dengan memakan ternak dan merusak rumah.

Sebuah tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh berhasil mengusir seekor beruang madu yang meresahkan warga di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Pengusiran dilakukan pada Senin, 05 Mei 2024, menggunakan mercon untuk menghalau satwa dilindungi tersebut kembali ke habitat aslinya di kawasan hutan. Kejadian ini bermula dari laporan warga Gampong Ie Lhob dan Gampong Kuta Bakdrien, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya, yang merasa terganggu oleh aktivitas beruang tersebut.
Beruang madu dengan moncong putih ini dilaporkan beberapa malam berturut-turut memasuki permukiman warga. Hewan tersebut tak hanya memakan ayam dan kambing warga, tetapi juga menggaruk-garuk pintu rumah, menimbulkan rasa takut dan khawatir di kalangan masyarakat. Respon cepat pun dilakukan oleh pihak berwenang dengan membentuk tim gabungan untuk mengatasi masalah ini.
Tim gabungan ini terdiri dari BKSDA Aceh Selatan, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Orangutan Information Center (OIC), dan didukung penuh oleh Muspika Kecamatan Tangan-Tangan. Mereka bekerja sama untuk memastikan pengusiran beruang madu dilakukan secara efektif dan aman, baik bagi warga maupun satwa tersebut.
Beruang Madu Terusir dari Permukiman Warga
Kepala Resort BKSDA Aceh Selatan, Saifuddin, menjelaskan bahwa strategi pengusiran menggunakan mercon terbukti efektif. "Pengusiran dilakukan dengan meletuskan mercon guna menghalau satwa liar tersebut kembali ke kawasan hutan," jelasnya. Tim gabungan bahkan sampai bermalam di lokasi sekitar Gunung Geulanteu, daerah dekat Gampong Ie Lhob dan Desa Kuta Bakdrien, untuk memastikan beruang tersebut menjauh dari pemukiman penduduk.
Berkat upaya tersebut, berdasarkan laporan warga, beruang madu yang sebelumnya menyerang ternak masyarakat sudah empat malam tidak lagi turun ke permukiman. Meskipun demikian, tim tetap melakukan pemantauan dan siaga untuk mencegah kemungkinan kembalinya beruang tersebut ke pemukiman warga.
Saifuddin menambahkan bahwa operasi pengusiran dilakukan pada malam hari, waktu di mana beruang madu biasanya aktif. Langkah ini diambil untuk meminimalisir risiko konflik dan memastikan keberhasilan pengusiran.
Tim gabungan berkomitmen untuk terus mengawasi pergerakan beruang madu tersebut guna menghindari kemungkinan konflik di masa mendatang. Upaya mitigasi ini diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi warga sekitar dan memastikan beruang madu kembali ke habitat alaminya.
Penyebab Konflik dan Upaya Mitigasi
Saifuddin mengungkapkan bahwa penyebab utama konflik ini adalah letak kandang kambing warga yang terlalu dekat dengan gunung. "Kandang kambing ini dekat sekali dengan gunung, sehingga beruang turun untuk memakan ternak. Apalagi, beruang madu juga pemakan daging selain buah-buahan dan madu," kata Saifuddin menjelaskan alasan beruang tersebut mendekati permukiman.
Kedekatan kandang ternak dengan habitat alami beruang madu menyebabkan hewan tersebut mudah mengakses sumber makanan di luar habitatnya. Hal ini kemudian memicu interaksi negatif antara beruang madu dan masyarakat sekitar.
Sebagai upaya mitigasi jangka panjang, Saifuddin menyarankan agar warga memindahkan kandang ternak mereka lebih jauh dari kawasan hutan. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir potensi konflik satwa liar di masa mendatang.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga jarak aman dengan satwa liar juga perlu ditingkatkan. Penting bagi masyarakat untuk memahami perilaku beruang madu dan mengetahui langkah-langkah yang tepat jika bertemu dengan satwa tersebut di alam liar.
Kesimpulannya, keberhasilan pengusiran beruang madu di Abdya ini menjadi contoh pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat dalam menangani konflik satwa liar. Upaya mitigasi yang komprehensif dan edukasi yang berkelanjutan sangat penting untuk mencegah konflik serupa di masa depan dan menjaga keseimbangan ekosistem.