Digitalisasi Sertifikat Tanah Ditargetkan Rampung dalam 5 Tahun
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menargetkan digitalisasi 124 juta sertifikat tanah konvensional akan selesai dalam 5 tahun ke depan untuk mencegah mafia tanah dan melindungi kepemilikan.

Jakarta, 31 Maret 2024 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menetapkan target ambisius: menyelesaikan digitalisasi seluruh sertifikat tanah konvensional di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Saat ini, baru 24 persen dari total 124 juta sertifikat tanah konvensional yang telah beralih ke format digital. Langkah ini bertujuan untuk melindungi hak kepemilikan tanah masyarakat dan mencegah praktik-praktik mafia tanah.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Nusron di Jakarta pada Senin lalu. Ia menekankan urgensi percepatan digitalisasi, khususnya untuk sertifikat tanah yang diterbitkan antara tahun 1961 hingga 1997. Sertifikat-sertifikat ini dinilai rentan terhadap penyalahgunaan karena kurangnya detail informasi alamat dan hanya menampilkan gambar tanah saja, sehingga mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Proses digitalisasi ini diharapkan dapat memberikan perlindungan ekstra bagi masyarakat. Dengan data sertifikat yang tersimpan secara digital dan terintegrasi, diharapkan akan lebih mudah untuk melacak dan mencegah terjadinya sengketa atau penipuan tanah. Hal ini juga akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset tanah di Indonesia.
Percepatan Digitalisasi dan Antisipasi Mafia Tanah
Menteri Nusron menargetkan capaian digitalisasi sertifikat tanah mencapai 50 persen pada tahun ini. Target tersebut merupakan langkah signifikan dalam upaya mencapai tujuan akhir digitalisasi seluruh sertifikat dalam lima tahun ke depan. "Kita targetkan tahun ini kalau bisa 50 persen, sehingga dalam waktu lima tahun, ini kalau bisa, semua sudah transformasi ke dalam digital. Kalau bisa," kata Nusron.
Beliau juga menjelaskan bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan sebelum tahun 1997 seringkali menjadi sasaran empuk bagi mafia tanah. Kurangnya detail informasi alamat dan hanya berupa gambar tanah membuat proses verifikasi kepemilikan menjadi sulit dan rentan terhadap manipulasi. "Itu kalau di kawasan Jabodetabek, rentan diambil orang dan kemudian tumpang tindih. Kenapa, karena itu sangat tergantung dengan riwayat tanah, orang-orang tua situ yang tahu riwayatnya, sementara yang tetua-tetua asli sudah pada minggir ke Bekasi, Bogor," ujar Nusron menjelaskan kerentanan tersebut.
Dengan digitalisasi, informasi kepemilikan tanah akan lebih terjamin keamanannya dan terhindar dari berbagai potensi permasalahan hukum. Proses ini juga akan mempermudah akses informasi bagi masyarakat dan instansi terkait.
Pemerintah memastikan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir akan penyitaan tanah jika belum melakukan digitalisasi sertifikat. "Tidak akan disita. Tapi kita anjurkan untuk segera melakukan proses transformasi dari analog ke digital," tegas Nusron.
Manfaat Digitalisasi Sertifikat Tanah
Digitalisasi sertifikat tanah memberikan beragam manfaat, tidak hanya dalam hal pencegahan mafia tanah, tetapi juga dalam menghadapi bencana alam. Dengan sistem digital, data kepemilikan tanah akan lebih aman dan terlindungi dari kerusakan fisik akibat bencana seperti banjir atau kebakaran.
Selain itu, digitalisasi juga akan mempermudah akses informasi dan layanan pertanahan bagi masyarakat. Proses administrasi akan menjadi lebih efisien dan transparan, sehingga mempercepat berbagai proses yang berkaitan dengan kepemilikan tanah.
Proses ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pertanahan nasional dan memberikan kepastian hukum dalam kepemilikan tanah.
Ke depannya, pemerintah akan terus berupaya untuk mempercepat proses digitalisasi sertifikat tanah dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar program ini dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Dengan demikian, diharapkan digitalisasi sertifikat tanah dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh masyarakat Indonesia.