Dua Tersangka Korupsi Shelter Tsunami Lombok Ditahan di Lapas
KPK menahan dua tersangka kasus korupsi pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara, NTB, di dua lapas berbeda di Lombok, menjelang persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Mataram.
Mataram, 21 Januari 2024 - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Penahanan dilakukan di dua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) berbeda di wilayah Lombok. Kedua tersangka, Aprialely dan Agus Herijanto, kini menanti persidangan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Greafik Loserte, menjelaskan penahanan di Lapas merupakan bagian dari persiapan persidangan. Aprialely ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram, sementara Agus Herijanto di Lapas Kelas II A Lombok Barat. Proses pemindahan kedua tersangka dari Rutan KPK Jakarta ke Lombok berjalan lancar berkat dukungan pengawalan dari Kejati NTB.
Sebelum masuk Lapas, Aprialely menyatakan dirinya sehat dan siap menjalani persidangan. Sidang perdana pada Rabu, 22 Januari 2024, akan fokus pada pembacaan dakwaan. Majelis hakim yang telah ditetapkan terdiri dari Isrin Surya Kurniasih (Ketua), Lalu Moh. Sandi Iramaya, dan Fadhli Hanra (Anggota).
Kasus ini bermula dari konferensi pers KPK pada 30 Desember 2023. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dan juru bicara Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan peran kedua tersangka. Aprialely, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bertanggung jawab atas penurunan spesifikasi material bangunan shelter. Agus Herijanto, pensiunan BUMN Karya, bertindak sebagai kepala proyek.
Penurunan spesifikasi material terbukti menyebabkan kerusakan parah pada shelter akibat gempa 7,0 SR pada 5 Agustus 2018, meski shelter dirancang tahan gempa 9 SR. Hasil audit menyatakan kerugian negara mencapai Rp19 miliar (total loss). Penilaian fisik dari tim ahli konstruksi ITB mendukung temuan tersebut.
Berbekal bukti tersebut, KPK menetapkan Aprialely dan Agus sebagai tersangka pada pertengahan 2023. Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proyek shelter tsunami di Lombok Utara, dikerjakan tahun 2014 oleh Kementerian PUPR RI dan BNPB (desain teknis), merupakan salah satu dari 12 proyek nasional (2014-2015) senilai Rp20,9 miliar (anggaran). PT Waskita Karya memenangkan lelang dengan penawaran Rp19 miliar. PT Qorina Konsultan Indonesia sebagai konsultan perencana dan CV Adi Cipta sebagai konsultan pengawas.