Sidang Korupsi Proyek Shelter Tsunami Lombok Utara: Dakwaan terhadap Dua Terdakwa
Pengadilan Negeri Mataram menggelar sidang perdana korupsi proyek shelter tsunami Lombok Utara tahun 2014, menjerat dua terdakwa dengan kerugian negara Rp18,4 miliar.
Sidang Perdana Korupsi Proyek Shelter Tsunami Lombok Utara
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menggelar sidang perdana kasus korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara. Sidang yang digelar pada 22 Januari 2024 ini berfokus pada pembacaan dakwaan terhadap dua terdakwa: Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto. Kedua terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis hakim yang memimpin sidang terdiri dari Isrin Surya Kurniasih (ketua), Lalu Moh. Sandi Iramaya, dan Fadhli Hanra. JPU KPK, Greafik Loserte, membacakan dakwaan yang merinci peran kedua terdakwa dalam kasus ini. Aprialely Nirmala, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), didakwa telah mengubah Detail Engineering Design (DED) proyek tanpa persetujuan dan verifikasi teknis dari pihak berwenang. Perubahan DED ini dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya, sehingga menghasilkan sebuah proyek yang kualitasnya jauh dibawah standar.
Agus Herijanto, sebagai kepala pelaksana proyek dari PT Waskita Karya, melaksanakan proyek berdasarkan DED yang telah diubah. Ia juga dilaporkan membuat laporan pertanggungjawaban keuangan yang tidak akurat. Akibat perubahan DED tersebut, terjadi penurunan spesifikasi material bangunan. Hasil temuan ahli konstruksi menunjukkan bahwa bangunan tersebut tidak memenuhi standar ketahanan gempa dan tsunami sebesar 9 skala Richter (SR), seperti yang direncanakan.
Atas perbuatan tersebut, JPU mendakwa Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp18,4 miliar. Dakwaan tersebut merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan, Aprialely Nirmala melalui kuasa hukumnya mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU. Sementara itu, Agus Herijanto meminta waktu untuk mempelajari dakwaan sebelum memberikan tanggapan. Majelis hakim pun menjadwalkan sidang lanjutan pada 31 Januari 2024 untuk mendengarkan eksepsi kedua terdakwa.
Proyek shelter tsunami di Lombok Utara, yang dikerjakan pada tahun 2014, merupakan kerja sama Kementerian PUPR RI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Proyek ini merupakan bagian dari 12 proyek nasional (2012-2015) dengan anggaran Rp23 miliar. PT Qorina Konsultan Indonesia bertindak sebagai konsultan perencana dan CV Adi Cipta sebagai konsultan pengawas. Shelter tsunami yang direncanakan dapat menampung 3.000 orang ini dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Sebagai informasi tambahan, Aprialely Nirmala berasal dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB di Kementerian PUPR RI, sedangkan Agus Herijanto merupakan kepala pelaksana proyek dari PT Waskita Karya. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan kerugian negara yang signifikan dan berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap keselamatan masyarakat di Lombok Utara.
Sidang lanjutan yang akan membahas eksepsi para terdakwa sangat dinantikan untuk melihat perkembangan selanjutnya dari kasus ini. Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku korupsi serta memastikan pertanggungjawaban atas kerugian keuangan negara.