Sidang Korupsi Shelter Tsunami Lombok Utara Dimulai 22 Januari
Pengadilan Negeri Mataram akan menggelar sidang perdana kasus korupsi pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara pada 22 Januari, dengan dua terdakwa yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp19 miliar.
Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan menggelar sidang perdana kasus korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara pada 22 Januari 2025. Sidang ini merupakan pelimpahan perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini menarik perhatian karena melibatkan kerugian negara yang signifikan dan menyoroti kualitas infrastruktur penanggulangan bencana.
Informasi jadwal sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram. Juru bicara PN Mataram, Lalu Moh. Sandi Iramaya, membenarkan penerimaan berkas perkara dari KPK, meski detail kelengkapan berkas belum diungkap.
Perkara teregistrasi di PN Mataram dengan nomor 6/Pid.Sus-TPK/2025/PN Mtr. Terdapat dua terdakwa, Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH), dengan peran berbeda dalam proyek tersebut. AN menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dari Satker PBL Provinsi NTB, Kementerian PUPR RI, sedangkan AH adalah pensiunan BUMN Karya yang bertindak sebagai kepala proyek.
Tujuh jaksa dari Kejaksaan akan menjadi penuntut umum, yakni Ni Nengah Gina Saraswati, Ahmad Ali Fikri Pandela, Rudi Dwi Prastyono, Mohammad Fauji Rahmat, Greafik Loserte, Yosi Andika Herlambang, dan Tri Handayani. KPK sebelumnya telah menetapkan AN dan AH sebagai tersangka pada pertengahan 2023.
Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dan juru bicara Tessa Mahardhika Sugiarto dalam konferensi pers 30 Desember 2024, AN diduga bertanggung jawab atas penurunan spesifikasi material bangunan. Hal ini mengakibatkan shelter tsunami yang dirancang tahan gempa 9 Skala Richter (SR) mengalami kerusakan parah pasca gempa 7,0 SR pada 5 Agustus 2018, meskipun proyek telah diserahterimakan pada 2017.
Kerusakan tersebut membuat shelter tak berfungsi, sehingga audit menyatakan kerugian negara mencapai Rp19 miliar atau total loss. Penilaian fisik dari tim ahli konstruksi ITB mendukung temuan ini. AN dan AH diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proyek shelter tsunami di Lombok Utara, yang merupakan bagian dari 12 proyek nasional periode 2014-2015, mendapat dana APBN sebesar Rp20,9 miliar. PT Waskita Karya memenangkan lelang dengan penawaran Rp19 miliar. PT Qorina Konsultan Indonesia bertindak sebagai konsultan perencana, dan CV Adi Cipta sebagai konsultan pengawas. Gedung tersebut direncanakan dapat menampung 3.000 orang.