Jaksa KPK Hanya Buktikan Agus Herijanto Nikmati Rp1,3 Miliar dari Korupsi Shelter Tsunami Lombok
Jaksa KPK hanya mampu membuktikan Agus Herijanto, terdakwa korupsi proyek shelter tsunami Lombok, menikmati Rp1,3 miliar dari total kerugian negara Rp18,46 miliar; sisa kerugian masih diselidiki.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui hanya berhasil membuktikan kerugian negara senilai Rp1,3 miliar yang dinikmati Agus Herijanto, terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp18,46 miliar. Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat (16/5).
Pernyataan ini disampaikan oleh Greafik, perwakilan tim jaksa KPK. Ia menjelaskan bahwa meskipun audit menemukan kerugian negara sebesar Rp18,46 miliar, pembuktian di persidangan hanya mampu mengaitkan Agus Herijanto dengan kerugian sebesar Rp1,3 miliar. Jumlah inilah yang kemudian dibebankan kepadanya dalam tuntutan.
Greafik menambahkan bahwa uang pengganti kerugian negara senilai Rp1,3 miliar hanya dibebankan kepada Agus Herijanto karena terbukti menerima tambahan pendapatan sebesar itu. Sisa kerugian negara yang belum terungkap akan diselidiki lebih lanjut untuk kemungkinan penetapan tersangka baru atau jalur hukum lainnya.
Terdakwa Agus Herijanto Dituntut 7,5 Tahun Penjara
Dalam perkara ini, Agus Herijanto, selaku kepala pelaksana proyek dari PT Waskita Karya, dituntut pidana penjara selama 7,5 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Agus Herijanto untuk membayar uang pengganti Rp1,3 miliar subsider 2 tahun penjara.
Sementara itu, terdakwa lainnya, Aprialely Nirmala, dituntut pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Tidak ada tuntutan uang pengganti yang dibebankan kepada Aprialely.
Meskipun Aprialely tidak dibebankan uang pengganti, jaksa menyatakan perbuatannya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Agus Herijanto. Keduanya dinilai menyebabkan kerugian negara senilai Rp18,46 miliar dari total anggaran proyek tahun 2014 sebesar Rp20,9 miliar.
Peran Aprialely dalam Korupsi
Jaksa menyatakan bahwa Aprialely turut memperkaya Agus Herijanto sebesar Rp1,3 miliar. Nilai tersebut berasal dari penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan akhir pekerjaan. Perbuatan keduanya dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Dengan demikian, kasus korupsi proyek shelter tsunami Lombok masih menyisakan pertanyaan terkait Rp17,16 miliar (Rp18,46 miliar - Rp1,3 miliar) kerugian negara yang belum terungkap. Proses hukum akan berlanjut untuk menyelidiki siapa saja yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib para terdakwa dan apakah akan ada tersangka baru yang dilibatkan dalam kasus ini. Publik menantikan perkembangan lebih lanjut untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam korupsi proyek yang seharusnya melindungi masyarakat dari bencana tsunami ini.