Eksepsi Mantan Cawabup Purbalingga Ditolak, Kasus Korupsi Jembatan Merah Berlanjut
Pengadilan Tipikor Semarang menolak eksepsi Zaini Makarim, mantan Cawabup Purbalingga, terkait kasus korupsi pembangunan Jembatan Merah senilai Rp13,2 miliar; sidang akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang menolak eksepsi yang diajukan oleh Zaini Makarim Supriyatno, mantan Calon Wakil Bupati Purbalingga. Zaini merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Merah Sungai Gintung, Kabupaten Purbalingga, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp13,2 miliar. Sidang yang berlangsung pada Rabu, 26 Maret 2024, di Pengadilan Tipikor Semarang, memutuskan untuk melanjutkan proses persidangan ke tahap selanjutnya.
Hakim Ketua, Siti Insirah, menyatakan bahwa eksepsi terdakwa tidak diterima dan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara. Putusan ini didasarkan pada pertimbangan hakim bahwa dakwaan jaksa telah memenuhi syarat formil dan materiil. Keberatan yang disampaikan terdakwa dinilai masuk dalam pokok perkara dan memerlukan pembuktian lebih lanjut dalam persidangan.
Hakim menekankan bahwa dakwaan yang dilayangkan jaksa telah disusun secara jelas, lengkap, dan cermat. Dengan demikian, proses hukum akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi-saksi yang akan dihadirkan pada sidang berikutnya. Kasus ini melibatkan tiga terdakwa: Zaini Makarim Supriyatno, serta dua mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Purbalingga, yaitu Setiyadi dan Priyo Satmoko.
Kasus Korupsi Pembangunan Jembatan Merah
Kasus dugaan korupsi ini terkait dengan pembangunan Jembatan Merah Sungai Gintung yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2017 dan 2018. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp13,2 miliar. Zaini Makarim Supriyatno berperan sebagai konsultan pengawas dalam proyek tersebut. Sementara itu, Setiyadi dan Priyo Satmoko menjabat sebagai kepala DPUPR Kabupaten Purbalingga pada periode tersebut.
Terdakwa Zaini Makarim dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Dengan ditolaknya eksepsi, terdakwa kini harus menghadapi proses persidangan selanjutnya untuk membuktikan kebenaran dakwaan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum.
Proses hukum akan terus bergulir dengan pemeriksaan saksi-saksi yang dianggap penting untuk mengungkap fakta-fakta dalam kasus ini. Publik menantikan kelanjutan persidangan dan berharap agar kasus ini dapat diungkap secara tuntas dan adil. Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya praktik korupsi di masa mendatang.
Kronologi dan Peran Terdakwa
Pembangunan Jembatan Merah Sungai Gintung yang seharusnya menjadi proyek infrastruktur untuk kepentingan masyarakat, justru menjadi ajang praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Proses pembangunan yang berlangsung selama dua tahun anggaran, yaitu 2017 dan 2018, diduga sarat dengan penyimpangan dan kecurangan. Zaini Makarim, sebagai konsultan pengawas, diduga turut berperan dalam penyimpangan tersebut.
Peran dari dua mantan kepala DPUPR, Setiyadi dan Priyo Satmoko, juga akan menjadi sorotan dalam persidangan. Sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas proyek tersebut, mereka diduga turut terlibat dalam praktik korupsi yang mengakibatkan kerugian negara yang signifikan. Sidang selanjutnya akan mengungkap secara rinci peran masing-masing terdakwa dalam kasus ini.
Dengan ditolaknya eksepsi, jalannya proses hukum akan berlanjut. Jaksa penuntut umum akan menghadirkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan dan bukti-bukti yang mendukung dakwaan. Proses persidangan ini diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Proses hukum yang sedang berlangsung ini menjadi perhatian publik, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan. Publik berharap agar penegak hukum dapat bekerja secara profesional dan transparan dalam mengusut tuntas kasus ini. Keadilan dan kepastian hukum menjadi hal yang sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sidang selanjutnya akan menjadi momen penting untuk mengungkap kebenaran di balik kasus korupsi pembangunan Jembatan Merah Sungai Gintung. Publik menantikan hasil persidangan dan berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menghindari praktik korupsi dalam proyek-proyek pembangunan di masa mendatang.