Fakta Baru Larangan Pungutan Sekolah Rejang Lebong: Disdikbud Tegaskan Aturan Sejak Februari, Orang Tua Wajib Tahu!
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Rejang Lebong kembali menegaskan **larangan pungutan sekolah Rejang Lebong** di semua jenjang negeri. Aturan ini sudah berlaku sejak Februari dan penting diketahui orang tua.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, secara tegas melarang sekolah negeri di wilayahnya untuk melakukan pungutan biaya dalam bentuk apapun. Kebijakan ini mencakup seluruh jenjang pendidikan dasar, mulai dari TK/PAUD, SD, SMP, hingga Sekolah Luar Biasa (SLB) negeri. Penegasan ini disampaikan oleh Plt Kepala Disdikbud Rejang Lebong, Zakaria Effendi, pada Selasa (22/7), seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru 2025/2026.
Larangan ini bukan kebijakan baru, melainkan penegasan kembali dari Instruksi Bupati Rejang Lebong Nomor: 180.1.11 tahun 2025. Instruksi tersebut telah dikeluarkan sejak tanggal 28 Februari 2025, menandakan bahwa kebijakan bebas pungutan ini sudah berlaku efektif selama beberapa bulan. Sosialisasi terus dilakukan untuk memastikan semua pihak, terutama sekolah dan orang tua murid, memahami dan mematuhi aturan ini.
Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong berkomitmen untuk meringankan beban orang tua murid, khususnya bagi keluarga kurang mampu. Oleh karena itu, Disdikbud mengimbau peran serta aktif masyarakat dalam mengawasi implementasi larangan ini. Jika ditemukan adanya pungutan yang dinilai memberatkan atau di luar batas kewajaran, orang tua dianjurkan untuk segera melaporkan kepada pihak dinas terkait.
Dasar Hukum dan Lingkup Larangan Pungutan
Kebijakan larangan pungutan biaya di sekolah negeri Rejang Lebong memiliki landasan hukum yang jelas, yaitu Instruksi Bupati Rejang Lebong Nomor: 180.1.11 tahun 2025. Instruksi ini secara spesifik melarang segala bentuk pungutan biaya kepada murid sekolah negeri. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam memastikan akses pendidikan yang merata dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
Plt Kepala Disdikbud Rejang Lebong, Zakaria Effendi, menjelaskan bahwa larangan ini berlaku eksklusif untuk sekolah-sekolah negeri. Artinya, sekolah swasta di Kabupaten Rejang Lebong saat ini masih dalam tahap pengkajian terkait penerapan kebijakan serupa. Pihak dinas terus mengevaluasi kemungkinan perluasan kebijakan ini ke sektor pendidikan swasta di masa mendatang, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan dampaknya.
Pemberlakuan larangan ini sejak Februari lalu menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan biaya pendidikan yang kerap memberatkan orang tua. Dengan adanya penegasan kembali menjelang tahun ajaran baru, diharapkan tidak ada lagi praktik pungutan yang menyimpang. Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah pusat dan provinsi dalam mewujudkan pendidikan gratis dan berkualitas.
Peran Serta Masyarakat dan Pengawasan Kebijakan
Efektivitas larangan pungutan biaya di sekolah negeri sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Disdikbud Rejang Lebong secara khusus mengimbau orang tua dan warga untuk tidak ragu melaporkan jika menemukan indikasi pungutan yang tidak sesuai aturan. Laporan masyarakat menjadi kunci dalam memastikan kebijakan ini berjalan optimal dan tidak ada celah bagi oknum yang mencoba melakukan pungutan ilegal.
Masyarakat dapat melaporkan kegiatan sekolah atau sumbangan yang dinilai memberatkan, terutama bagi keluarga yang kurang mampu. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana sekolah menjadi prioritas. Dengan adanya pengawasan dari berbagai pihak, diharapkan tidak ada lagi kasus penahanan ijazah atau bentuk tekanan lain yang merugikan siswa dan orang tua.
Kebijakan serupa sebelumnya juga telah diterapkan di tingkat Provinsi Bengkulu oleh Gubernur Helmi Hasan. Larangan pungutan biaya apapun di sekolah negeri, termasuk penahanan ijazah, telah menjadi komitmen pemerintah provinsi. Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara kebijakan daerah dan provinsi dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas biaya dan tidak memberatkan masyarakat.