Fakta Unik: 19 Satwa Endemik Maluku Dilepasliarkan BKSDA, Jaga Keseimbangan Ekosistem
BKSDA Maluku sukses lakukan pelepasliaran satwa endemik Maluku di Seram Bagian Timur. Apa saja jenis satwa yang kembali ke habitatnya dan bagaimana upaya konservasi ini?

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku baru-baru ini sukses melaksanakan kegiatan penting. Sebanyak 19 satwa endemik Kepulauan Maluku dilepasliarkan ke habitat aslinya. Aksi ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati.
Pelepasliaran satwa-satwa ini dilakukan di Sungai Nief dan Waisapalewa, Seram Bagian Timur (SBT), Maluku. Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kepala Desa Salas dan staf Resort Bula. Ini menunjukkan komitmen kuat dalam pelestarian lingkungan.
Satwa-satwa yang dilepasliarkan meliputi Nuri Maluku, Perkici Pelangi, dan Sanca Batik. Mereka sebelumnya telah menjalani proses rehabilitasi di Pusat Konservasi Satwa (PKS) Kepulauan Maluku. Tujuannya adalah memastikan kesiapan mereka kembali hidup di alam liar.
Spesies Khas Maluku Kembali ke Habitat Asli
Dalam kegiatan pelepasliaran satwa endemik ini, BKSDA Maluku mengembalikan tiga jenis satwa endemik. Tujuh ekor Nuri Maluku (Eos bornea) turut dilepaskan. Selain itu, tiga ekor Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) juga kembali ke alam bebas.
Tak hanya itu, sembilan ekor Sanca Batik (Python reticulatus) yang merupakan reptil dilindungi juga dilepasliarkan. Total ada 19 individu satwa yang kini bebas berkeliaran. Keberadaan mereka diharapkan dapat memperkaya populasi di ekosistem alami.
Satwa-satwa ini berasal dari berbagai sumber. Beberapa di antaranya merupakan hasil penyelamatan oleh staf Balai KSDA Maluku. Ada pula yang diserahkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran Kota Ambon, melalui translokasi, serta penyerahan sukarela dari masyarakat Kota Ambon. Ini menunjukkan peran aktif berbagai pihak dalam upaya penyelamatan satwa liar.
Proses Rehabilitasi dan Tujuan Konservasi
Sebelum dilepasliarkan, seluruh satwa menjalani proses karantina dan rehabilitasi yang ketat. Proses ini krusial untuk memastikan kesehatan fisik dan mental mereka. Kesiapan satwa untuk beradaptasi kembali di alam liar menjadi prioritas utama.
Menurut Polisi Kehutanan BKSDA Maluku, Arga Christyan, tujuan utama pelepasliaran ini adalah mengembalikan satwa ke habitat aslinya. Satwa-satwa tersebut sebelumnya telah melalui proses penyelamatan. Rehabilitasi di Pusat Konservasi Satwa (PKS) Kepulauan Maluku menjadi langkah penting sebelum kembali ke alam.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan BKSDA Maluku. Tujuannya adalah melestarikan satwa endemik. Selain itu, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keberagaman hayati di Maluku. Ini adalah langkah nyata dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Penegakan Hukum dan Sinergi Konservasi
Pelepasliaran ini juga menjadi pengingat akan pentingnya penegakan hukum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatur perlindungan satwa. Siapa pun yang melanggar dapat dikenai pidana penjara hingga lima tahun dan denda Rp100 juta.
Upaya pelepasliaran ini diharapkan menjadi contoh konkret sinergisitas. Kerja sama antara penegak hukum, lembaga konservasi, dan masyarakat sangat vital. Tujuannya adalah menjaga keberlangsungan spesies langka di Indonesia.
BKSDA Maluku terus berupaya menekan peredaran satwa ilegal. Peningkatan pengawasan menjadi salah satu strategi utama. Edukasi kepada masyarakat juga gencar dilakukan. Ini untuk menumbuhkan pemahaman akan pentingnya perlindungan satwa endemik.
Peran Aktif Masyarakat dalam Pelestarian
BKSDA Maluku mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif. Pemerintah daerah, organisasi lingkungan, dan komunitas pecinta alam diharapkan turut mendukung. Upaya konservasi satwa liar memerlukan dukungan dari berbagai pihak.
Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam pelestarian. Caranya adalah dengan tidak menangkap, memperjualbelikan, atau memelihara satwa liar yang dilindungi. Kesadaran kolektif sangat penting untuk menjaga kelestarian alam.
Arga Christyan menekankan bahwa upaya bersama ini sangat krusial. Tujuannya adalah mencegah kepunahan spesies khas Maluku. Selain itu, juga untuk memastikan kelangsungan hidup mereka di alam bebas. Ini merupakan investasi jangka panjang bagi keanekaragaman hayati Indonesia.