Fakta Unik: Kepri Punya 6 Titik Utama, Wagub Tekankan Aksi Nyata Kelola Labuh Jangkar
Wagub Kepri menyoroti pentingnya aksi nyata untuk mengoptimalkan potensi besar dari pengelolaan labuh jangkar di enam titik utama Kepulauan Riau, demi peningkatan PNBP.

Wakil Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nyanyang Haris Pratamura, secara tegas menekankan urgensi kesepakatan rencana aksi nyata. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan labuh jangkar di wilayah Kepri. Penekanan ini disampaikan dalam rapat koordinasi yang berlangsung di Batam pada Kamis (25/7).
Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai instansi strategis, termasuk KSOP, Bea Cukai, Imigrasi, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kehadiran berbagai pihak ini menunjukkan komitmen bersama dalam mendorong percepatan pemanfaatan potensi kemaritiman Kepri. Fokus utama adalah bagaimana potensi labuh jangkar dapat memberikan kontribusi maksimal bagi penerimaan negara dan daerah.
Kepri memiliki enam titik labuh jangkar utama yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, menjadikannya aset maritim yang sangat berharga. Optimalisasi pengelolaan titik-titik ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing daerah di sektor kemaritiman. Langkah-langkah konkret dan sinergi lintas sektor menjadi kunci utama dalam merealisasikan potensi besar tersebut.
Potensi dan Tantangan Pengelolaan Labuh Jangkar Kepri
Kepulauan Riau diberkahi dengan enam titik labuh jangkar utama yang strategis, meliputi Tanjung Balai Karimun, Pulau Nipah, Pulau Galang, Kabil, Tanjung Berakit, serta Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang. Lokasi-lokasi ini memiliki potensi ekonomi maritim yang sangat besar, namun belum sepenuhnya tergarap. Sebagian titik telah dikelola oleh Kementerian Perhubungan, sementara sebagian lainnya di bawah kendali pemerintah provinsi melalui BUMD Kepri.
Nyanyang Haris Pratamura menegaskan bahwa sudah saatnya potensi ini dioptimalkan secara maksimal untuk meningkatkan penerimaan negara dan daerah. Keberadaan titik-titik ini merupakan modal penting bagi pengembangan ekonomi biru di Kepri. Pengelolaan yang efektif dan efisien akan membawa dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
Rapat koordinasi yang dipimpin Wagub melibatkan berbagai pemangku kepentingan penting. Di antaranya adalah Pengkoarmada RI, Kejaksaan Tinggi Kepri, Lantamal IV, Distrik Navigasi, perwakilan BP Batam, BUP PT Pelabuhan Kepri (Perseroda), dan Kadin Batam. Keterlibatan beragam pihak ini menunjukkan kompleksitas dan urgensi dalam merumuskan strategi pengelolaan yang komprehensif.
Sinergi Lintas Sektor sebagai Kunci Utama Optimalisasi
Wagub Nyanyang menyampaikan bahwa pengelolaan sektor labuh jangkar tidak dapat berjalan secara parsial atau sendiri-sendiri. Diperlukan koordinasi dan sinergi lintas sektor yang kuat untuk mempercepat akselerasi potensi investasi kemaritiman. Kolaborasi ini mencakup penguatan antara BUP PT Pelabuhan Kepri dan BP Batam, serta kerja sama menyeluruh antar stakeholder maritim, termasuk unsur Customs, Immigration, Quarantine, and Port Authority (CIQP).
Selain itu, Wagub juga menekankan pentingnya dukungan hukum dan kelembagaan dalam proses optimalisasi ini. Pendampingan hukum dari Kejaksaan Tinggi Kepri melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) dianggap krusial untuk memastikan legalitas dan kelancaran setiap kebijakan. Hal ini akan meminimalisir potensi hambatan hukum yang mungkin muncul di kemudian hari.
Penunjukan person in charge (PIC) dari setiap instansi terkait juga menjadi prioritas untuk memperlancar komunikasi dan pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) di lapangan. Perumusan SOP pengelolaan yang jelas dan kesepakatan mekanisme kerja sama antar pihak merupakan langkah fundamental. Semua langkah ini penting agar potensi penerimaan labuh jangkar benar-benar dapat direalisasikan secara maksimal.
Visi Pengembangan Maritim Kepri yang Produktif
Tim Ahli dan Penasehat Gubernur Kepri, Laksamana TNI (Purn) Marsetio, menambahkan bahwa optimalisasi sektor labuh jangkar harus berjalan paralel dengan pengembangan sektor maritim lainnya. Ia menyoroti perlunya percepatan pemanfaatan potensi Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Malaka dan Selat Singapura. Potensi ini selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal dapat menjadi sumber pendapatan signifikan.
Marsetio menegaskan bahwa Kepri harus melihat pengelolaan laut dan kawasan perairannya sebagai kekuatan ekonomi utama. Hal ini membutuhkan akselerasi lintas sektor yang nyata dan terencana. Visi ini mencakup pengembangan infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan penciptaan iklim investasi yang kondusif di sektor maritim.
Ia berharap rapat koordinasi ini menjadi tonggak awal penguatan kelembagaan dan konsolidasi peran semua pihak. Tujuannya adalah untuk menjadikan Kepri sebagai pusat kemaritiman nasional yang produktif dan berdaya saing tinggi. Dengan demikian, Kepri dapat mengambil peran sentral dalam peta ekonomi maritim Indonesia dan regional.