Indonesia Dorong Suplai Kredit Karbon Berbasis Alam untuk Optimalkan Perdagangan Karbon
Wakil Menteri Lingkungan Hidup mendorong peningkatan suplai kredit karbon berbasis alam, terutama dari ekosistem gambut, guna mengoptimalkan perdagangan karbon internasional Indonesia.

Jakarta, 20 Februari 2024 - Wakil Menteri Lingkungan Hidup (Wamen LH) Diaz Hendropriyono mengungkapkan upaya Indonesia dalam mendorong suplai kredit karbon dari solusi berbasis alam atau nature-based solutions (NBS). Upaya ini dilakukan untuk mendukung dan mengoptimalkan aktivitas perdagangan karbon internasional yang baru diluncurkan awal tahun ini. Perdagangan karbon skala nasional sendiri telah dimulai sejak tahun 2023 dengan peluncuran Bursa Karbon Indonesia.
Meskipun perdagangan karbon internasional telah resmi beroperasi, Wamen LH mengakui bahwa kinerjanya belum optimal. Pemerintah menyadari pentingnya peningkatan pasokan kredit karbon untuk menarik minat pasar internasional. Hal ini disampaikan Wamen LH dalam acara Indonesia Climate Policy Outlook 2025 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta.
Menurut Wamen LH Diaz, pasar internasional lebih tertarik pada kredit karbon dari NBS, khususnya yang berasal dari ekosistem gambut, karena dinilai memiliki harga yang lebih baik dan daya jual yang tinggi. "Kemungkinan yang dicari pasar itu adalah nature based solution (NBS) bukan hanya renewable karena harganya juga mungkin akan lebih baik dan sellable. Jadi kita sekarang mencari supply mencari sebanyak-banyaknya khususnya dari NBS dan dari gambut juga," ujar Wamen LH Diaz.
Peningkatan Suplai dan Daya Tarik Kredit Karbon
Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan cadangan karbon yang dapat diperdagangkan melalui penyempurnaan Sistem Registri Nasional (SRN) dan sistem pendukung lainnya. Namun, Wamen LH menekankan bahwa peningkatan suplai saja tidak cukup. Daya tarik atau attractiveness kredit karbon itu sendiri juga menjadi faktor penting dalam menarik minat investor internasional.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah pengakuan dari lembaga sertifikasi internasional. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah aktif mendorong permintaan dengan membuka peluang kerja sama Mutual Recognition Arrangement (MRA) dengan berbagai pihak. MRA diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan mempermudah perdagangan karbon internasional.
Sebagai langkah nyata, Indonesia telah menjalin kesepakatan MRA dengan Jepang. Kesepakatan ini diluncurkan pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan tahun lalu.
Strategi Optimalisasi Perdagangan Karbon
Pemerintah Indonesia tengah fokus pada beberapa strategi untuk mengoptimalkan perdagangan karbon. Strategi tersebut meliputi:
- Peningkatan suplai kredit karbon dari NBS, terutama dari ekosistem gambut.
- Penyempurnaan Sistem Registri Nasional (SRN) dan sistem pendukung lainnya.
- Peningkatan daya tarik kredit karbon melalui berbagai upaya, termasuk kerja sama MRA dengan negara lain.
- Penguatan kerja sama internasional untuk mendapatkan pengakuan dari lembaga sertifikasi internasional.
Dengan strategi ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kinerja perdagangan karbon Indonesia dan berkontribusi pada upaya global dalam mengurangi emisi karbon.
Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia ini menunjukkan komitmen nyata dalam menghadapi perubahan iklim dan memanfaatkan potensi ekonomi dari perdagangan karbon. Keberhasilan upaya ini akan berdampak positif bagi lingkungan dan perekonomian Indonesia.