Target Rp1.073 Triliun Perdagangan Karbon Indonesia: Bukan Sekadar Angka
Indonesia optimistis mencapai target Rp1.073 triliun dari perdagangan karbon pada 2028, ditunjang oleh kerja sama dengan Jepang dan platform IDXCarbon.

Indonesia optimistis akan mencapai target pendapatan sebesar 65 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.073 triliun dari perdagangan karbon pada tahun 2028. Hal ini disampaikan oleh Konsul Jenderal RI Osaka, John Tjahjanto Boestami, dalam Business Forum on Forest Carbon Trade and Forest Products di Osaka Expo 2025. Bukan sekadar angka, target ini didukung oleh berbagai faktor, termasuk kerja sama internasional dan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon domestik. Pernyataan ini sekaligus menegaskan komitmen Indonesia dalam memanfaatkan potensi ekonomi hijau dan berkontribusi pada upaya global dalam mengurangi emisi karbon.
Menurut John Tjahjanto Boestami, kerja sama dengan Jepang melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA) yang ditandatangani pada tahun 2024 menjadi kunci keberhasilan. MRA ini memungkinkan kedua negara untuk mengembangkan dan mengakui kredit karbon secara transparan dan kredibel. Dukungan infrastruktur perdagangan karbon domestik, seperti IDXCarbon, juga berperan penting dalam mencapai target tersebut. Dengan platform ini, transaksi perdagangan karbon dapat dilakukan secara efisien dan terukur.
Keberhasilan ini juga tak lepas dari peran Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). APHI telah mendorong para pemegang konsesi hutan untuk meningkatkan proyek karbon, mulai dari penebangan berkelanjutan hingga penanaman bakau. Namun, John menekankan perlunya peningkatan kolaborasi, investasi, dan kepercayaan di pasar perdagangan karbon untuk mencapai target yang ambisius ini. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan perdagangan karbon di Indonesia membutuhkan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan negara mitra.
Kerja Sama Indonesia-Jepang Dorong Perdagangan Karbon
Kerja sama Indonesia-Jepang dalam perdagangan karbon semakin intensif. Perjanjian MRA yang telah ditandatangani pada 2024 memungkinkan pengakuan bersama atas kredit karbon dari kedua negara. Hal ini meningkatkan transparansi dan kredibilitas perdagangan karbon, sehingga menarik minat investor dan meningkatkan kepercayaan pasar. Peningkatan jumlah pengguna platform IDXCarbon hingga 22 persen pada kuartal pertama 2025, mencapai 111 pengguna dengan tujuh proyek aktif, menunjukkan perkembangan positif dalam perdagangan karbon di Indonesia.
Implementasi teknis MRA juga menjadi fokus utama. Kedua negara perlu mencapai kesepahaman dalam hal validasi, registrasi, dan Measurement, Reporting and Verification (MRV) dari Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Sistem Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI). Peluncuran JCM Implementation Agency (JCMA) oleh Jepang pada April 2025 semakin memperkuat kerja sama ini, mengingat Jepang menargetkan pengurangan emisi hingga 200 juta ton melalui proyek-proyek JCM.
Selain itu, beberapa dokumen kerja sama telah ditandatangani antara perusahaan dan asosiasi Indonesia-Jepang. Dokumen tersebut mencakup proyek solusi berbasis alam, pelindungan keanekaragaman hayati, pengembangan dan perdagangan biomassa, serta kerja sama pengiriman tenaga kerja. Letter of Intent (LoI) antara APHI dan Japan International Forestry Promotion and Cooperation Center (JIFPRO) juga telah ditandatangani, menandakan komitmen kuat kedua negara dalam mengembangkan sektor kehutanan secara berkelanjutan.
Potensi Besar Ekspor Produk Kayu Indonesia ke Jepang
Ekspor produk kayu Indonesia ke Jepang mencapai angka yang signifikan, yaitu 301,29 juta dolar AS (sekitar Rp4,9 triliun) pada periode tertentu. Panel kayu, kertas, dan furnitur menjadi kontributor utama ekspor ini. Ketua Umum APHI, Indroyono Soesilo, menjelaskan bahwa panel berbasis hutan alam akan didedikasikan untuk pasar khusus, sementara potensi pasar furnitur, kertas, dan produk energi biomassa masih terbuka lebar.
Data APHI menunjukkan bahwa ekspor produk kayu Indonesia pada 2024 mencapai 12,63 miliar dolar AS (sekitar Rp208,6 triliun), didorong oleh Sistem Verifikasi Legalitas dan Keberlanjutan Kayu (SVLK). Sistem ini menjamin keberlanjutan dan legalitas produk kayu Indonesia, sehingga meningkatkan daya saing di pasar internasional. Negara-negara tujuan utama ekspor produk kayu Indonesia adalah China, Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, dan Korea, dengan Jepang sebagai mitra dagang strategis sejak tahun 1990-an.
Business Forum on Forest Carbon Trade and Forest Products yang diselenggarakan di Osaka Expo 2025 merupakan bukti nyata komitmen Indonesia dalam mengembangkan sektor kehutanan secara berkelanjutan dan berkelanjutan. Forum ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian Kehutanan Indonesia, Kementerian Lingkungan Jepang, dan para pelaku usaha dari kedua negara. Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama dan membuka peluang investasi baru di sektor kehutanan dan perdagangan karbon.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, Indonesia optimistis dapat mencapai target perdagangan karbon yang ambisius. Kerja sama dengan Jepang, dukungan infrastruktur, dan komitmen dari pelaku usaha menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai target tersebut dan berkontribusi pada upaya global dalam mengurangi emisi karbon.