Insentif Fiskal: Solusi Pemerintah Kurangi Ketergantungan Outsourcing?
Pemerintah diusulkan berikan insentif fiskal untuk perusahaan yang mengurangi outsourcing demi keseimbangan perlindungan pekerja dan fleksibilitas usaha.

Jakarta, 15 Mei 2024 - Persoalan outsourcing kembali menjadi sorotan. Muhammad Hanri, peneliti LPEM UI, mengusulkan solusi inovatif: pemerintah memberikan insentif fiskal kepada perusahaan yang mengurangi praktik alih daya tenaga kerja. Langkah ini diharapkan menyeimbangkan perlindungan pekerja dengan kebutuhan fleksibilitas dunia usaha.
Hanri menjelaskan, insentif pajak atau kemudahan akses pembiayaan dapat mendorong perusahaan lebih banyak mempekerjakan karyawan tetap dengan jaminan sosial yang memadai. Ia juga menyarankan program skor kepatuhan pengadaan barang/jasa pemerintah yang memprioritaskan perusahaan yang adil dalam mempekerjakan karyawan. Dengan demikian, perusahaan yang menerapkan praktik ketenagakerjaan yang baik akan mendapatkan keuntungan.
Sistem outsourcing, menurut Hanri, merupakan isu kompleks yang memerlukan pendekatan multi-faceted. Penghapusan total berpotensi meningkatkan rigiditas pasar kerja dan mengurangi minat investasi, terutama di sektor padat karya. Namun, ketidakpastian regulasi juga menjadi penghambat investasi. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang jelas, konsisten, dan tetap memberikan ruang fleksibilitas yang terukur dengan standar perlindungan minimum yang kuat.
Pentingnya Perbaikan Sistem Outsourcing
Hanri menekankan bahwa kunci keberhasilan bukan hanya menghapus atau mempertahankan sistem outsourcing, melainkan memastikan kepastian hukum dan kualitas regulasi yang baik. Jika pemerintah ingin memperbaiki sistem outsourcing, maka perlu ditetapkan standar perlindungan kerja yang setara antara pekerja tetap dan pekerja outsourcing. Hal ini mencakup upah, jaminan sosial, waktu kerja, dan perlindungan dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak.
Selain itu, pengawasan ketat terhadap perusahaan penyedia jasa tenaga kerja juga krusial. Registrasi dan sertifikasi yang ketat akan mencegah perusahaan asal menyalurkan tenaga kerja tanpa tanggung jawab. Pemerintah juga perlu mengklarifikasi jenis pekerjaan yang diperbolehkan dialihdayakan agar tidak disalahgunakan untuk pekerjaan inti perusahaan. Penerapan sanksi yang tegas dan mudah dieksekusi bagi perusahaan yang melanggar aturan juga sangat penting.
Perbaikan juga perlu dilakukan dari sisi perusahaan. Hanri mengingatkan pentingnya investasi jangka panjang pada sumber daya manusia (SDM). Retensi tenaga kerja dan produktivitas akan meningkat jika pekerja merasa aman dan dihargai. Hal ini sangat penting untuk daya saing jangka panjang perusahaan.
Membangun Sistem Kerja yang Adil dan Berkelanjutan
Kesimpulannya, Hanri menegaskan bahwa solusi ideal bukanlah penghapusan total outsourcing, melainkan pembangunan sistem kerja yang adil, fleksibel, dan berkelanjutan bagi semua pihak. Pemerintah perlu berperan aktif dalam menciptakan regulasi yang jelas dan konsisten, memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan praktik ketenagakerjaan yang baik, serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. Sementara itu, perusahaan juga perlu meningkatkan investasi pada SDM untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah dan perusahaan, diharapkan dapat tercipta sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan berkelanjutan di Indonesia.
"Kuncinya bukan sekadar dihapus atau tidak, tapi di kepastian hukum dan kualitas regulasinya," ujar Hanri menekankan pentingnya regulasi yang baik dalam mengatasi permasalahan outsourcing.