Jaminan Pekerja, Kunci Utama Perbaikan Sistem Outsourcing di Indonesia
Ekonom Wijayanto Samirin sarankan perbaikan sistem outsourcing dengan fokus pada jaminan pekerja, bukan penghapusan, untuk menghindari risiko ekonomi yang lebih besar.

Jakarta, 15 Mei 2024 - Perdebatan seputar sistem outsourcing di Indonesia kembali memanas. Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya untuk penghapusan sistem ini, sementara ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menawarkan solusi alternatif yang lebih berkelanjutan: perbaikan sistem dengan fokus pada jaminan kesejahteraan pekerja.
Pernyataan Presiden Prabowo disampaikan pada peringatan Hari Buruh Internasional di Monas, Jakarta Pusat, pada tanggal 1 Mei 2024. Beliau menekankan perlunya Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional untuk mempelajari mekanisme transisi menuju penghapusan outsourcing, dengan tetap mempertimbangkan iklim investasi. Menaker Yassierli pun merespon positif arahan tersebut, menyatakannya sebagai bukti pemerintah yang aspiratif dan memahami keresahan pekerja.
Namun, Wijayanto Samirin melihat penghapusan outsourcing sebagai langkah yang berisiko. Ia berpendapat bahwa langkah tersebut dapat meningkatkan risiko berusaha, pembengkakan biaya operasional perusahaan, dan berujung pada penutupan usaha serta PHK massal di tengah kondisi ekonomi yang melambat. Oleh karena itu, ia mendorong perbaikan sistem outsourcing yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan dan jaminan bagi para pekerja alih daya.
Perbaikan Sistem Outsourcing: Fokus pada Jaminan Pekerja
Menurut Wijayanto, perbaikan utama sistem outsourcing terletak pada kepastian jaminan bagi para pekerja. Hal ini mencakup akses terhadap jaminan kesehatan, seperti BPJS Kesehatan, dan perlindungan hukum melalui kontrak kerja yang lebih jelas dan transparan. Kontrak tersebut harus mencantumkan hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan penyalur tenaga kerja dengan rinci.
Selain itu, standar pendapatan yang lebih memadai juga perlu diterapkan bagi tenaga kerja alih daya. Pemerintah juga dapat memberikan insentif kebijakan kepada perusahaan penyalur tenaga kerja alih daya untuk mendorong perbaikan sistem. Namun, yang paling penting, kata Wijayanto, adalah memastikan implementasi efektif dari kebijakan perbaikan sistem outsourcing tersebut.
Wijayanto menekankan pentingnya "kepastian akses terhadap jaminan kesehatan, seperti BPJS Kesehatan, perlindungan hukum melalui kontrak yang lebih jelas dan transparan terkait hak dan kewajiban, dan standar pendapatan yang lebih memadai." Ia juga menambahkan bahwa pemerintah perlu memastikan implementasi kebijakan tersebut berjalan efektif.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyarankan perbaikan skema outsourcing untuk melindungi pekerja formal agar tidak beralih ke sektor informal yang minim perlindungan dan kepastian upah. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, mengingatkan potensi negatif dari penghentian sistem outsourcing, yaitu perpindahan pekerja ke sektor informal yang lebih rentan.
Tanggapan Berbagai Pihak dan Implikasinya
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan berbagai tanggapan dari pihak terkait menunjukkan kompleksitas isu outsourcing di Indonesia. Di satu sisi, terdapat tuntutan untuk melindungi hak-hak pekerja dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran akan dampak negatif terhadap iklim investasi dan perekonomian nasional jika sistem outsourcing dihapus secara tiba-tiba.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan terukur dalam memperbaiki sistem outsourcing. Fokus pada jaminan dan perlindungan pekerja, seperti yang disarankan oleh Wijayanto Samirin, tampaknya menjadi langkah yang lebih bijaksana dibandingkan dengan penghapusan total sistem tersebut. Hal ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.
Perbaikan sistem outsourcing tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan pekerja, tetapi juga menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan berkelanjutan. Dengan jaminan yang memadai, pekerja alih daya akan lebih terlindungi dan termotivasi, sehingga produktivitas dan kualitas kerja dapat meningkat. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak positif pada perekonomian nasional.
Implementasi kebijakan perbaikan ini membutuhkan pengawasan dan evaluasi yang ketat untuk memastikan efektivitasnya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci keberhasilan dalam memperbaiki sistem outsourcing dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan bermartabat bagi seluruh pekerja di Indonesia.