Korupsi Irigasi NTT: Kejati Tetapkan Empat Tersangka, Negara Rugi Rp2,3 Miliar
Kejati NTT menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces di Manggarai, mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp2,3 miliar.

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces 1-4 di Kabupaten Manggarai. Proyek senilai Rp3,8 miliar yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2021 ini diduga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp2,3 miliar. Keempat tersangka, yang ditahan pada Jumat (9/5), terdiri dari pihak penyedia jasa, konsultan pengawas, dan dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT, A.A. Raka Putra Dharmana, menjelaskan penetapan tersangka didasarkan pada bukti-bukti yang sah, termasuk keterangan saksi, ahli, surat, dan petunjuk. "Berdasarkan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, ahli, surat, dan petunjuk, ditemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan empat tersangka dalam kasus proyek irigasi tersebut," ujar Raka dalam keterangan pers di Kupang.
Para tersangka yang ditahan adalah DW (penyedia jasa dari PT Kasih Sejati Perkasa), SKM (konsultan pengawas dari Decont Mitra Consulindo), ASUD (PPK I), dan JG (PPK II). Kasus ini bermula dari permasalahan dalam perencanaan proyek, hingga pelaksanaan dan pengawasan yang dinilai tidak sesuai prosedur dan mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.
Perencanaan Proyek Bermasalah
Menurut Raka, masalah dimulai dari tahap perencanaan. ASUD selaku PPK I, tidak melakukan evaluasi terhadap dokumen perencanaan teknis yang digunakan untuk pelelangan. Dokumen tersebut, yang berasal dari survei tahun 2019, digunakan tanpa pembaruan data kondisi eksisting. "Dokumen perencanaan tersebut langsung digunakan Pokja Dinas PUPR NTT untuk proses tender, tanpa pembaruan data kondisi eksisting," jelas Raka.
Setelah kontrak ditandatangani pada 18 Maret 2021, DW sebagai Direktur PT Kasih Sejati Perkasa malah membuat perjanjian subkontrak dengan pihak lain (KE) dengan nilai berbeda dari perjanjian awal. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan sejak awal pelaksanaan proyek.
Lebih lanjut, Raka menjelaskan bahwa pekerjaan fisik irigasi tidak sesuai spesifikasi teknis dan item pekerjaan dalam kontrak maupun adendum. Ketidaksesuaian ini semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.
Pengawasan yang Minim dan Bukti Ketidaksesuaian
SKM, selaku Konsultan Pengawas, dinilai lalai karena tidak melakukan verifikasi teknis yang akurat di lapangan. Meskipun demikian, SKM tetap membuat laporan bulanan progres pelaksanaan proyek secara kumulatif tanpa mencerminkan kondisi riil pekerjaan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap proyek tersebut.
Sementara itu, JG sebagai PPK II juga dinilai bertanggung jawab karena tidak pernah meninjau lokasi pekerjaan untuk memastikan pelaksanaan kontrak sesuai ketentuan. Meskipun demikian, JG tetap menandatangani dokumen serah terima pekerjaan (PHO), yang menyatakan proyek telah selesai 100 persen, padahal kenyataannya tidak demikian.
Raka menekankan bahwa backup data fisik 100 persen dari kontraktor tidak sesuai dengan addendum II dan tidak mencerminkan kondisi pekerjaan terpasang yang sebenarnya. Semua ini menunjukkan adanya kecurangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek.
Kerugian Negara dan Dampaknya
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp2,3 miliar. Kerugian ini sangat disayangkan, mengingat proyek irigasi seharusnya mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan di Manggarai. Penyimpangan dalam pelaksanaan proyek ini berdampak pada kualitas infrastruktur irigasi dan berpotensi mengganggu produktivitas pertanian di wilayah tersebut.
Penetapan empat tersangka ini menjadi bukti keseriusan Kejati NTT dalam menangani kasus korupsi. Diharapkan, proses hukum akan berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di NTT.