KPU Kalsel Cabut Akreditasi LPRI: Langgar Kewenangan Pemantau Pemilu Pilkada Banjarbaru
Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) di Kalimantan Selatan kehilangan akreditasinya sebagai pemantau pemilu karena melakukan penghitungan cepat dan merilis hasil Pilkada Banjarbaru 2024, sebuah tindakan di luar kewenangannya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mencabut akreditasi Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) sebagai lembaga pemantau pemilu. Keputusan ini diambil setelah LPRI terbukti melanggar kewenangannya dengan melakukan penghitungan cepat dan merilis hasil penghitungan suara Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Banjarbaru 2024. Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 11 Mei 2025, dan menimbulkan kontroversi di dunia politik Kalsel.
Ketua KPU Provinsi Kalsel, Andi Tenri Sompa, secara resmi mengumumkan pencabutan akreditasi LPRI. Menurut Tenri, tindakan LPRI tersebut jelas melanggar aturan dan kode etik pemantau pemilu. "Saat pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 Banjarbaru, LPRI melakukan penghitungan cepat dan merilis hasilnya ke media," ungkap Tenri dalam konferensi pers di Banjarbaru.
Keputusan ini diambil setelah KPU Kalsel melakukan telaah internal dan mempertimbangkan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Banjarbaru. KPU Kalsel menegaskan bahwa LPRI seharusnya hanya berfokus pada pengawasan proses pelaksanaan pilkada, bukan melakukan penghitungan suara dan mempublikasikan hasilnya. Perilaku LPRI dinilai telah mengganggu integritas dan independensi proses pemilu.
Pelanggaran Kewenangan dan Pencabutan Akreditasi
LPRI, yang sebelumnya terakreditasi oleh KPU Kalsel, seharusnya memahami regulasi dan batasan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemantau pemilu. Dengan melakukan penghitungan cepat dan publikasi hasil, LPRI telah melewati batas kewenangan yang diberikan. Tindakan ini dinilai tidak profesional dan berpotensi mengganggu jalannya proses demokrasi.
Pencabutan akreditasi ini memiliki konsekuensi yang signifikan bagi LPRI. DPD LPRI Kalsel kini kehilangan haknya sebagai lembaga pemantau pemilu. Mereka dilarang menggunakan atribut LPRI dan melakukan kegiatan pemantauan pemilu di wilayah Kalimantan Selatan. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjaga integritas proses pemilu ke depannya.
KPU Kalsel menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan dan kode etik bagi semua lembaga pemantau pemilu. Lembaga-lembaga tersebut harus memahami batasan kewenangan dan menjalankan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu.
Gugatan di Mahkamah Konstitusi
Terkait gugatan sengketa hasil PSU Pilkada Banjarbaru yang diajukan LPRI ke Mahkamah Konstitusi (MK), Andi Tenri Sompa menyatakan bahwa hal tersebut merupakan ranah MK dan di luar kewenangan KPU Kalsel. KPU Kalsel menyerahkan sepenuhnya proses hukum tersebut kepada MK untuk diputuskan sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun LPRI telah mengajukan gugatan ke MK, pencabutan akreditasi oleh KPU Kalsel tetap berlaku. Kedua proses tersebut berjalan terpisah dan tidak saling mempengaruhi. KPU Kalsel telah menjalankan kewenangannya dalam mengawasi dan memastikan integritas proses pemilu, sementara MK akan memutuskan sengketa hasil pilkada berdasarkan bukti dan argumentasi yang diajukan oleh pihak-pihak terkait.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi lembaga pemantau pemilu lainnya untuk senantiasa mematuhi aturan dan kode etik yang berlaku. Integritas dan independensi proses pemilu harus dijaga bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat, termasuk lembaga pemantau pemilu.
Dengan pencabutan akreditasi LPRI, KPU Kalsel berharap dapat mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa mendatang. Langkah tegas ini diharapkan dapat menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemilu dan memastikan pelaksanaan pemilu yang demokratis, jujur, dan adil.