Lombok Timur Naikkan Retribusi Tambang Galian C, Sopir Truk Ancam Blokir Jalan
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur menaikkan retribusi Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) sebesar 20 persen, efektif 1 Mei 2025, memicu protes sopir truk yang mengancam blokir jalan.

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), resmi menaikkan retribusi pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau galian C mulai 1 Mei 2025. Kenaikan ini telah disepakati bersama asosiasi pengusaha tambang setempat, namun memicu protes dari para sopir truk pengangkut material tambang. Kenaikan ini menimbulkan polemik dan ancaman aksi blokir jalan oleh para sopir yang merasa keberatan.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur, Muksin, menjelaskan bahwa kenaikan retribusi ini telah melalui kesepakatan bersama asosiasi pengusaha tambang. Besaran retribusi yang baru ditetapkan adalah 20 persen dari harga jual per dump truck. Untuk wilayah Lombok Timur, harga per dump truck ditetapkan sebesar Rp360.000, dengan retribusi Rp72.000, sedangkan untuk luar wilayah Lombok Timur, harga per dump truck Rp400.000, dengan retribusi Rp80.000.
"Kenaikan pajak retribusi tersebut, dilakukan pemerintah daerah sesuai kesepakatan bersama asosiasi pengusaha tambang galian C di Lombok Timur," ungkap Muksin dalam keterangannya di Lombok Timur, Kamis. Keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan penyetaraan harga pasir dan dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
Protes Sopir Truk dan Ancaman Aksi Blokir Jalan
Kenaikan retribusi ini mendapat penolakan keras dari para sopir truk pengangkut material tambang. Mereka merasa keberatan dengan kenaikan tersebut dan mengancam akan melakukan aksi blokir jalan di tempat penjagaan MBLB di perbatasan Lombok Timur dan Lombok Tengah. Ancaman ini menjadi sorotan mengingat potensi dampaknya terhadap lalu lintas dan perekonomian daerah.
Bapenda Lombok Timur menegaskan bahwa kenaikan retribusi ini ditujukan kepada pengusaha tambang, bukan kepada para sopir. "Kenaikan pajak retribusi ini berurusan dengan pemilik tambang, bukan dengan sopir," tegas Muksin. Pihaknya menyatakan tidak akan berurusan dengan para sopir yang merasa keberatan, dan menyarankan mereka untuk membeli material tambang dari daerah lain.
"Kami tidak ada urusan dengan sopir dum truck, kami berurusan dengan pengusaha tambang, karena penarikan retribusi di pengusaha tambang, bukan pada sopir," lanjut Muksin. Pernyataan ini semakin memperkeruh situasi dan memicu kecaman dari para sopir yang merasa dibebani oleh kebijakan tersebut.
Pertimbangan Kerusakan Lingkungan dan Infrastruktur
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur berargumen bahwa kenaikan retribusi ini didasarkan pada pertimbangan kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan galian C. Besaran retribusi sebelumnya dinilai tidak sebanding dengan dampak negatif tersebut.
Muksin menambahkan, "Jangan hanya memikirkan keuntungan pribadi saja, saat menjual pasir ke kabupaten lain, mestinya memikirkan kerusakan infrastruktur akibat pengangkutan yang dilakukan." Pernyataan ini menekankan pentingnya tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam aktivitas pertambangan.
Meskipun telah dilakukan penyetaraan harga pasir berdasarkan kesepakatan dengan asosiasi tambang, protes dari para sopir tetap berlanjut. Mereka mempertanyakan keadilan dan transparansi dalam penetapan harga dan retribusi.
Kesimpulan
Kenaikan retribusi MBLB di Lombok Timur menimbulkan polemik antara pemerintah daerah, pengusaha tambang, dan para sopir truk. Ancaman aksi blokir jalan menunjukkan eskalasi konflik yang perlu segera diselesaikan melalui dialog dan negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dari kebijakan ini dan mencari solusi yang tidak merugikan semua pihak, termasuk memperhatikan kelestarian lingkungan.