Mantan Bupati Lombok Timur Diperiksa Terkait Kasus Lahan MXGP Samota
Kejati NTB memeriksa mantan Bupati Lombok Timur, M. Ali Bin Dachlan, sebagai saksi terkait pembelian lahan 70 hektare untuk sirkuit MXGP di Samota, yang diduga bermasalah.

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) telah memeriksa M. Ali Bin Dachlan, mantan Bupati Lombok Timur, terkait kasus pembelian lahan seluas 70 hektare di kawasan wisata Samota. Lahan tersebut kini digunakan sebagai sirkuit Motocross Grand Prix (MXGP). Pemeriksaan dilakukan pada Selasa, 6 Juni 2024, di Gedung Kejati NTB, Mataram. Ali Bin Dachlan diperiksa sebagai saksi dalam tahap penyidikan kasus lahan MXGP Samota. Pemeriksaan berlangsung dari pukul 08.00 hingga 11.30 WITA.
Juru Bicara Kejati NTB, Efrien Saputera, membenarkan pemeriksaan tersebut. "Iya, benar. Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi," ujar Efrien. Pemeriksaan ini menjadi sorotan publik mengingat kontroversi yang mengelilingi proses pembelian lahan tersebut. Kasus ini melibatkan Pemerintah Kabupaten Sumbawa sebagai pihak pembeli dan Ali Bin Dachlan sebagai pihak penjual.
Proses jual beli lahan yang mencapai nilai Rp53 miliar ini menjadi pusat perhatian karena adanya dugaan penyimpangan. Kejati NTB tengah menyelidiki apakah proses tersebut telah sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Hasil pemeriksaan terhadap Ali Bin Dachlan akan menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan langkah selanjutnya dalam proses penyidikan.
Pemeriksaan Mantan Bupati dan Penjelasannya
M. Ali Bin Dachlan, yang akrab disapa Ali BD, membenarkan telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Ia menjelaskan bahwa proses jual beli lahan telah sesuai prosedur, dengan adanya proses appraisal atau penilaian harga tanah. "Yang dulu persis (ditanya) sama, jadi diketik ulang karena sama pertanyaan. Kami penjual bukan pembeli," ungkap Ali BD kepada wartawan. Ia menyatakan telah menerima Rp32 miliar dari total pembayaran Rp53 miliar, sisanya diberikan kepada pihak lain yang juga tercatat sebagai pemilik lahan.
Ali BD juga menjelaskan bahwa lahan seluas 70 hektare tersebut terdiri dari beberapa sertifikat dan harga jual bervariasi, berkisar antara Rp300 juta hingga Rp400 juta per bidang, sesuai dengan hasil penilaian appraisal. Ia juga membenarkan adanya proses konsinyasi atau penitipan ganti rugi lahan di pengadilan, terkait adanya gugatan setelah putusan perdata. "Iya, betul. Titip di pengadilan karena ada orang yang menggugat setelah putusan (perdata)," jelasnya.
Terkait gugatan perdata yang masih dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung, Ali BD menegaskan bahwa sengketa tersebut terpisah dari lahan 70 hektare yang dipermasalahkan. Gugatan perdata tersebut menyangkut lahan seluas 15 hektare dengan nomor sertifikat 507, yang saat ini masih dalam proses kasasi.
Konteks Kasus dan Poin Penting
Kasus pembelian lahan untuk sirkuit MXGP Samota ini telah menjadi perhatian publik dan menimbulkan berbagai pertanyaan. Proses pembelian lahan dengan nilai yang cukup besar tersebut perlu ditelusuri secara transparan dan akuntabel untuk memastikan tidak ada penyimpangan. Kejati NTB memiliki peran penting dalam mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya dan memastikan keadilan ditegakkan.
- Pemeriksaan Ali Bin Dachlan sebagai saksi dalam kasus pembelian lahan MXGP Samota.
- Total lahan yang diperjualbelikan seluas 70 hektare dengan nilai Rp53 miliar.
- Proses jual beli yang diklaim telah sesuai prosedur dan melibatkan appraisal.
- Adanya gugatan perdata terpisah terkait lahan seluas 15 hektare.
- Proses konsinyasi ganti rugi lahan di pengadilan.
Proses hukum akan terus berjalan dan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyidikan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting dalam pengelolaan aset negara dan pengadaan lahan untuk proyek-proyek strategis.