Menteri ATR/BPN Serahkan 811 Sertifikat Tanah Konsolidasi di Bantul
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyerahkan 811 sertifikat tanah hasil konsolidasi seluas 70 hektare di Bantul, Yogyakarta, yang sebelumnya dikenal sebagai 'tanah tutupan Jepang'.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, telah menyerahkan secara simbolis 811 sertifikat tanah hasil konsolidasi di Desa Parangtritis, Bantul, Yogyakarta, pada Sabtu, 10 Mei 2024. Penyerahan ini menandai berakhirnya penantian panjang warga atas lahan seluas 70 hektare yang sebelumnya dikenal sebagai 'tanah tutupan Jepang', peninggalan masa penjajahan.
Proses konsolidasi tanah ini melibatkan rekayasa lahan yang sebelumnya tidak bermanfaat, sulit diakses, dan terbengkalai. Upaya ini dipimpin oleh Bupati Bantul untuk membuka akses dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Sertifikat yang diberikan mencakup lahan pertanian, non-pertanian, permukiman, serta fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) seluas 17 hektare.
Penyerahan sertifikat ini merupakan jawaban atas penantian masyarakat sejak tahun 1943. Lahan tersebut, yang digunakan oleh tentara Jepang antara tahun 1943 hingga 1945 untuk keperluan pertahanan, kini telah ditata ulang dan siap dimanfaatkan oleh warga. Proses ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, yang berperan penting dalam keberhasilan konsolidasi tanah.
Konsolidasi Tanah Tutupan Jepang: Manfaat bagi Masyarakat Bantul
Konsolidasi tanah seluas 70 hektare di Bantul ini telah menghasilkan 811 sertifikat yang diserahkan kepada masyarakat. "Ini penyerahan sertifikat hasil konsolidasi tanah tutupan Jaman Jepang, konsolidasi tanah itu adalah merekayasa tanah yang dulunya tidak bermanfaat, tertutup akses atau apa, diotak atik sama Pak Bupati bagaimana caranya kemudian ada aksesnya dan kemudian bisa dinikmati masyarakat," jelas Menteri Nusron.
Lahan yang telah dikonsolidasi mencakup lahan pertanian dan non-pertanian, serta area permukiman. Fasum dan fasos yang telah dibangun akan memberikan manfaat bagi warga, seperti jalan, sekolah, masjid, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Penggunaan fasum dan fasos akan ditentukan melalui musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) di tingkat kecamatan dan kabupaten.
Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Dirjen PTPP), Kementerian ATR/BPN, Embun Sari, menambahkan bahwa proses ini merupakan hasil penataan ulang lahan yang dikenal sebagai 'tanah tutupan Jepang'. "Akhirnya penantian masyarakat sejak tahun 1943 membuahkan sertifikat hasil Konsolidasi Tanah, ini sudah terbit 811 bidang ya, yang diserahkan langsung oleh Pak Menteri Nusron," ujarnya.
Embun Sari juga menekankan pentingnya dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah, dalam keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah ini. Tanpa kerja sama yang baik, proses ini tidak akan berjalan dengan lancar.
Mekanisme Pemanfaatan Fasum dan Fasos
Menteri Nusron Wahid menjelaskan bahwa pemanfaatan fasum dan fasos seluas 17 hektare akan ditentukan melalui mekanisme Musrenbang. "Kan ada mekanisme melalui forum yang namanya musrenbang, jadi biar dibawa ke musrenbang tingkat kecamatan dan musrenbang tingkat kabupaten," katanya. Hal ini memastikan keterlibatan masyarakat dalam menentukan penggunaan fasilitas umum dan sosial yang telah dibangun.
Proses Musrenbang akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas dan memutuskan rencana pembangunan di wilayah tersebut. Dengan demikian, pemanfaatan fasum dan fasos akan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. Transparansi dan partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan fasilitas publik ini.
Penyerahan sertifikat tanah ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dan akses terhadap lahan bagi masyarakat. Proses konsolidasi tanah ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Bantul.
Keberhasilan program ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menyelesaikan permasalahan tanah dan memberikan akses yang lebih baik bagi masyarakat terhadap sumber daya lahan.
Dengan terbitnya 811 sertifikat, diharapkan warga dapat lebih leluasa memanfaatkan lahan mereka untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan keluarga. Pemerintah daerah juga diharapkan dapat terus mendukung program-program serupa untuk menjamin kepastian hukum dan akses lahan bagi seluruh masyarakat Indonesia.