Mukomuko Perangi TBC dan HIV dengan Strategi Jemput Bola
Dinas Kesehatan Mukomuko, Bengkulu, giat melakukan jemput bola untuk pengobatan TBC dan HIV, guna mencegah penyebaran penyakit menular tersebut dan menjangkau warga yang enggan memeriksakan diri.
Mukomuko, Bengkulu - Dalam upaya pencegahan dan penanganan penyakit menular, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, mengambil langkah proaktif dengan menerapkan strategi jemput bola. Sasarannya adalah warga yang menderita Tuberkulosis (TBC) dan HIV/AIDS. Langkah ini bertujuan untuk menekan angka penyebaran kedua penyakit tersebut.
Menurut Kasi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Mukomuko, Ruli Herlindo, program ini termasuk dalam standar pelayanan minimum (SPM) tahun 2025 dan menjadi prioritas utama. "Untuk program ini, kita harus aktif mencari kasus baru karena satu kasus TBC saja berpotensi menular. Oleh karena itu, penjaringan kasus sangat penting," jelasnya dalam wawancara pada Minggu lalu.
Data Kasus TBC dan HIV di Mukomuko
Data yang disampaikan Ruli Herlindo menunjukkan peningkatan kasus TBC di tahun 2024. Tercatat sebanyak 290 warga dinyatakan positif TBC, 49 di antaranya adalah anak-anak. Yang perlu digarisbawahi adalah anak-anak ini tertular, bukan sebagai penular. Jumlah warga yang suspek TBC juga cukup tinggi, mencapai 1.640 orang pada tahun 2024. Dibandingkan tahun 2023, kasus positif TBC meningkat dari 225 menjadi 290 kasus, meskipun jumlah suspek lebih tinggi di tahun 2023 (2.527 orang).
Sementara itu, kasus HIV/AIDS juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2024, tercatat 18 kasus baru, meningkat dari 13 kasus di tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan perlunya upaya lebih intensif dalam pencegahan dan penanganan HIV/AIDS di Kabupaten Mukomuko.
Tantangan dan Strategi Penanganan
Ruli Herlindo mengakui masih banyaknya kasus TBC di Mukomuko dan kendala yang dihadapi petugas di lapangan. Salah satu tantangan terbesar adalah stigma masyarakat terhadap penyakit TBC dan HIV yang masih dianggap memalukan. Banyak warga yang enggan memeriksakan diri, sehingga menyulitkan upaya penanggulangan penyakit.
Untuk mengatasi hal ini, Dinkes Mukomuko memberdayakan pihak desa, bidan desa, dan tokoh masyarakat dalam melakukan pendekatan kepada warga yang diduga menderita TBC dan HIV. Mereka dianggap sebagai figur kunci yang dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku masyarakat. "Meskipun ada penolakan, petugas tetap melakukan pendekatan melalui jalur tersebut karena mereka masih menjadi panutan di tengah masyarakat," tambah Ruli Herlindo. Dengan demikian, diharapkan partisipasi masyarakat dalam program ini dapat meningkat.
Pentingnya Deteksi Dini dan Pencegahan
Program jemput bola yang dilakukan Dinkes Mukomuko merupakan langkah strategis dalam upaya menekan angka penyebaran TBC dan HIV. Deteksi dini dan pengobatan yang tepat sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut. Partisipasi aktif masyarakat, didukung oleh peran aktif para tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan, menjadi kunci keberhasilan program ini. Upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyakit TBC dan HIV.
Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada upaya pemerintah, tetapi juga kesadaran dan partisipasi masyarakat. Dengan bekerja sama, diharapkan Kabupaten Mukomuko dapat mencapai target penurunan angka penderita TBC dan HIV di masa mendatang. Pencegahan dan pengobatan dini adalah kunci untuk melindungi kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang sehat.