OJK Usul Revisi RUU Statistik: Pertimbangkan Kerahasiaan Data Keuangan
OJK memberikan dua masukan penting pada RUU Statistik, menekankan perlunya perlindungan data mikro sektor jasa keuangan dan fleksibilitas pelaporan untuk merespon kebijakan dinamis.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan dua masukan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Statistik yang tengah dibahas. Masukan tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Jakarta, Senin (28/4). Pertama, OJK menyoroti kewajiban bagi penyelenggara statistik sektoral, termasuk OJK sendiri, untuk berbagi data mikro dengan Badan Data dan Statistik Nasional (BDSN), pengganti Badan Pusat Statistik (BPS).
Agus Edy Siregar, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Komisioner Internasional dan Penanganan APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme) dan satuan kerja Departemen Hukum (DHUK) OJK, menjelaskan kekhawatiran terkait kerahasiaan data. "Penekanan kami di sini adalah data mikro, seberapa jauh mikro itu? Karena, perlu dipahami bahwa di sektor jasa keuangan ini data-data mikro dan individual itu sebagian bersifat rahasia, sebagian lagi bersifat sensitif," ujarnya.
OJK mengelola data yang bersifat rahasia, terbatas, dan sensitif. Oleh karena itu, OJK meminta RUU Statistik mempertimbangkan aspek sensitivitas dan kerahasiaan data keuangan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan stabilitas sistem keuangan. "Pembagian data mikro kita-kita ini kepada publik tentunya bisa membawa konsekuensi yang berat. Konteksnya adalah kita perlu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan, karena kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan ini merupakan kunci atau faktor yang sangat penting," tambah Agus.
Masukan OJK terhadap RUU Statistik
Masukan kedua OJK berkaitan dengan kewajiban penyelenggara statistik sektoral untuk mengusulkan rencana statistik sektoral, melaksanakan rekomendasi BDSN, dan menyerahkan hasil kegiatan statistik kepada BDSN. Agus menjelaskan bahwa hal ini dapat menimbulkan kompleksitas, mengingat perubahan pelaporan di OJK seringkali bergantung pada perubahan kebijakan pemerintah atau permintaan dari DPR RI.
OJK menetapkan laporan yang wajib disampaikan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk pengawasan dan diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Laporan dan diseminasi ini berkembang sesuai kebutuhan pengawasan dan standar internasional. Karena itu, pelaksanaan statistik di OJK bersifat dinamis dan fleksibel.
OJK berharap kewajiban-kewajiban dalam RUU Statistik tidak menambah beban administratif, redundansi, dan tumpang tindih pengelolaan data/statistik di OJK dan BDSN. "Kalau boleh, pelaporan rencana statistik setiap tahun itu tetap menjadi kewenangan masing-masing lembaga sesuai dengan kewenangan yang ada di undang-undang masing-masing, tetapi hasilnya bisa saling dipertukarkan dengan baik," usul Agus.
Kesimpulannya, OJK menekankan pentingnya perlindungan data mikro sektor jasa keuangan dan fleksibilitas dalam pelaporan statistik untuk menjaga kepercayaan publik dan efisiensi operasional. RUU Statistik diharapkan mengakomodasi masukan tersebut untuk menciptakan sistem statistik yang efektif dan seimbang.