Ombudsman RI: Biaya Makan Bergizi Gratis (MBG) 'At Cost' Minimalisir Korupsi
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai sistem pembiayaan 'at cost' untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) efektif mencegah penyelewengan dana.

Jakarta, 15 Mei 2024 - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan bahwa penerapan sistem pembiayaan at cost atau sesuai bukti pengeluaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai efektif untuk meminimalisir potensi penyelewengan dana. Hal ini disampaikan usai melakukan rapat koordinasi dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, di Kantor Ombudsman RI Jakarta, Rabu.
Sistem ini memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Dengan demikian, potensi korupsi dan penyalahgunaan anggaran dalam program MBG dapat ditekan seminimal mungkin. Yeka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, terutama untuk program yang menyasar kesejahteraan masyarakat seperti MBG.
Lebih lanjut, Yeka menjelaskan bahwa mekanisme at cost ini memberikan kepastian dan mengurangi ruang gerak untuk manipulasi data pengeluaran. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Mekanisme Pembiayaan At Cost MBG
Yeka menjelaskan secara rinci mekanisme pembiayaan at cost untuk MBG. Pembiayaan maksimal yang ditetapkan adalah Rp15.000 per porsi, dengan rincian: Rp2.000 untuk sewa dapur, Rp3.000 untuk biaya operasional, dan Rp10.000 untuk biaya makanan. Namun, besaran biaya yang dibayarkan akan disesuaikan dengan bukti pengeluaran yang sah.
“Artinya, kalau biaya operasionalnya Rp2.500, maka itu nanti yang akan dibayarkan,” jelas Yeka. Begitu pula dengan biaya makanan, jika biaya sebenarnya hanya Rp9.000 per porsi, maka hanya Rp9.000 yang akan dibayarkan kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Tidak boleh kurang, dan tidak boleh lebih.
Sistem ini diterapkan secara konsisten untuk semua jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Besaran biaya untuk setiap jenjang pendidikan pun dapat berbeda-beda, namun tetap mengikuti prinsip at cost.
“Kalau masaknya Rp8.000, ya dibayarkan Rp8.000, dan itu untuk setiap level pendidikan berbeda-beda, untuk SD, SMP, dan SMA, -terkait pembiayaan secara at cost,” tambahnya.
Harapan Ombudsman RI
Ombudsman RI berharap dengan diterapkannya sistem pembiayaan at cost ini, peluang terjadinya korupsi dapat semakin diminimalisir. Berbagai mekanisme pertanggungjawaban yang telah diatur oleh BGN diharapkan dapat berjalan efektif dan mampu mencegah terjadinya penyimpangan.
Dengan pengawasan yang ketat dan mekanisme pertanggungjawaban yang transparan, diharapkan program MBG dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat yang maksimal bagi anak-anak Indonesia. Sistem ini juga diharapkan menjadi contoh baik dalam pengelolaan anggaran program-program pemerintah lainnya.
Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, diharapkan program MBG dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Hal ini juga akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan anggaran negara.
Kesimpulannya, penerapan sistem pembiayaan at cost dalam program MBG merupakan langkah strategis dalam mencegah korupsi dan memastikan penggunaan anggaran yang tepat sasaran. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.