Pakar Hukum UNS Rekomendasikan Keadilan Restoratif dalam Revisi KUHAP
Pakar Hukum UNS merekomendasikan integrasi keadilan restoratif ke dalam revisi KUHAP untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih efektif dan berkeadilan.

Solo, 27 Februari 2024 (ANTARA) - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menjadi pusat perhatian setelah pakar hukumnya, Hari Purwadi, merekomendasikan implementasi keadilan restoratif dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Rekomendasi ini disampaikan dalam seminar nasional tentang keadilan restoratif yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (P3KHAM) UNS di Solo, Jawa Tengah. Seminar ini membahas perlunya harmonisasi prosedur dan standar hukum keadilan restoratif antar lembaga penegak hukum.
Saat ini, Kejaksaan, Kepolisian, dan Mahkamah Agung memiliki peraturan sendiri-sendiri terkait keadilan restoratif, menyebabkan perbedaan prosedur dan teknik di lapangan. Hari Purwadi, Guru Besar Fakultas Hukum UNS, menekankan perlunya aturan yang seragam. "Ke depan, aturan keadilan restoratif harus mengatur prosedur, teknik, dan standar hukum yang sama di antara para APH (Aparat Penegak Hukum), dan Kejaksaan bisa menjadi lembaga yang ikut mengontrol proses penyidikan dan proses keadilan restoratif yang dilakukan oleh polisi," ujarnya.
Seminar tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi penting. Salah satunya adalah penguatan keadilan restoratif dalam penegakan hukum pidana di Indonesia, melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat sebagai pihak-pihak yang berkepentingan, selain negara. Hal ini dianggap penting untuk mencapai penyelesaian yang adil dan berkelanjutan.
Rekomendasi Penting Integrasi Keadilan Restoratif ke Revisi KUHAP
Seminar menghasilkan lima poin rekomendasi utama terkait integrasi keadilan restoratif ke dalam revisi KUHAP. Pertama, penguatan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat. Kedua, penguatan kebijakan negara dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan formal, yang lebih cepat, efektif, dan efisien, serta berorientasi pada solusi win-win solution. Ketiga, revisi KUHAP mendesak karena keadilan restoratif telah berakar kuat dalam tradisi hukum lokal, namun belum sepenuhnya diakui dalam kebijakan hukum pidana nasional.
Keempat, perlunya persepsi yang sama antar aparat penegak hukum, khususnya polisi dan jaksa, dengan menempatkan Kejaksaan sebagai koordinator. Kelima, peraturan internal APH tentang keadilan restoratif dijadikan dasar untuk penormaan dalam revisi KUHAP. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Pujiono, menambahkan bahwa keadilan restoratif berpotensi menjadi alternatif penyelesaian perkara pidana tanpa harus melalui proses peradilan konvensional, sebagaimana diterapkan dalam sistem peradilan anak.
Pujiono juga menyoroti pentingnya keadilan restoratif sebagai pertimbangan dalam seluruh tahapan peradilan, termasuk pengambilan putusan. Ia menambahkan, jika keadilan restoratif dijadikan alternatif, perlu pembatasan pada jenis tindak pidana tertentu, bergantung pada arah politik hukum. Ia juga merekomendasikan Kejaksaan sebagai pihak yang menjalankan keadilan restoratif, sejalan dengan Pasal 132 ayat (1) huruf g KUHP tentang alasan hapusnya kewenangan penuntutan.
Konteks dan Implikasi Keadilan Restoratif
Implementasi keadilan restoratif diharapkan dapat mengurangi beban perkara yang menumpuk di lembaga peradilan, meningkatkan efisiensi proses hukum, dan memberikan solusi yang lebih adil bagi semua pihak yang terlibat. Dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat, keadilan restoratif berpotensi untuk membangun kembali hubungan yang rusak dan memulihkan rasa keadilan yang hilang. Sistem ini juga sejalan dengan upaya untuk membangun sistem peradilan yang lebih humanis dan restorative.
Rekomendasi ini menekankan pentingnya harmonisasi dan keseragaman dalam penerapan keadilan restoratif di seluruh lembaga penegak hukum. Dengan demikian, diharapkan revisi KUHAP dapat mengakomodasi keadilan restoratif secara komprehensif dan efektif, menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih berkeadilan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Ke depan, perlu adanya sosialisasi dan pelatihan yang lebih intensif kepada aparat penegak hukum agar mereka memahami dan mampu menerapkan keadilan restoratif secara tepat dan konsisten. Dengan demikian, keadilan restoratif dapat menjadi alternatif yang efektif dalam menyelesaikan perkara pidana di Indonesia.
Kesimpulan
Rekomendasi dari pakar hukum UNS dan Undip ini memberikan sumbangsih penting bagi penyempurnaan sistem peradilan pidana di Indonesia. Integrasi keadilan restoratif dalam revisi KUHAP diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih adil, efisien, dan humanis, serta lebih responsif terhadap kebutuhan korban dan masyarakat.