Pejabat BRA Divonis Kasus Korupsi Budi Daya Ikan Rp15,7 Miliar
Dua pejabat Badan Reintegrasi Aceh (BRA) divonis penjara dan denda karena korupsi dana budi daya ikan untuk korban konflik senilai Rp15,7 miliar pada tahun 2023.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, pada Jumat, 14 Maret 2024, menjatuhkan vonis terhadap dua pejabat Badan Reintegrasi Aceh (BRA) yang terlibat dalam kasus korupsi dana budi daya ikan. Muhammad, selaku Kuasa Pengguna Anggaran, dan Mahdi, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), terbukti bersalah menyalahgunakan dana program bantuan budi daya ikan dan pakan untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Kasus ini melibatkan dana sebesar Rp15,7 miliar yang dialokasikan pada tahun 2023 untuk sembilan kelompok masyarakat korban konflik. Namun, berdasarkan fakta persidangan, bantuan tersebut dinyatakan fiktif, karena kelompok-kelompok tersebut tidak pernah mengajukan maupun menerima bantuan yang dimaksud. Seluruh anggaran telah dicairkan sepenuhnya.
Vonis yang dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai M Jamil, didampingi R Deddy Haryanto dan Heri Alfian, menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan penjara kepada terdakwa Muhammad. Sementara itu, terdakwa Mahdi divonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan penjara.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum. Baik terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut, sehingga masih memungkinkan adanya upaya banding.
Anggota majelis hakim, Heri Alfian, menyatakan dalam persidangan bahwa "pekerjaan pengadaan budi daya ikan kakap dan pakan untuk kelompok masyarakat korban konflik tersebut fiktif. Sedangkan pencairan anggaran dicairkan 100 persen." Hal ini menunjukkan adanya penyelewengan dana yang signifikan.
Meskipun terdapat dugaan pemberian uang sebesar Rp750 juta kepada kedua terdakwa, majelis hakim menyatakan tidak menemukan bukti yang cukup untuk mendukung klaim tersebut. Uang tersebut, menurut hakim, masih berada dalam penguasaan Suhendri, Ketua BRA pada 2023, yang juga didakwa terpisah dalam kasus yang sama.
Faktor Pemberat dan Dampak Korupsi
Majelis hakim menyinggung beberapa hal yang memberatkan kedua terdakwa. Perbuatan mereka dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi dan mengkhianati tujuan pembentukan BRA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat korban konflik. Ini merupakan pengingkaran terhadap amanah dan kepercayaan publik.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana publik, terutama dalam program-program yang ditujukan untuk membantu kelompok rentan seperti korban konflik. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya akuntabilitas dan integritas para pejabat publik dalam menjalankan tugasnya.
Putusan pengadilan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran berharga bagi para pejabat publik lainnya agar senantiasa menjalankan tugas dengan jujur dan bertanggung jawab. Proses hukum yang masih berlanjut juga menunjukkan komitmen penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus korupsi ini.
Ke depan, diperlukan mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan sistem pengelolaan anggaran yang lebih transparan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Penting juga untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan kepada masyarakat benar-benar sampai kepada yang berhak menerimanya.