Perjuangan Berat Eradikasi Tuberkulosis di Indonesia: Tantangan dan Harapan
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memberantas Tuberkulosis (TB), penyakit menular yang masih menjadi penyebab kematian utama, namun berbagai upaya pencegahan dan pengobatan intensif terus dilakukan untuk mencapai target SDGs 2030.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Tuberkulosis (TB), penyakit menular yang telah ada sejak zaman kuno, masih menjadi salah satu penyebab kematian utama di Indonesia. Data awal Maret 2025 menunjukkan 81 persen dari target 1.092.000 kasus TB telah teridentifikasi, yaitu sebanyak 889.000 kasus. Upaya eradikasi TB dilakukan pemerintah Indonesia sejalan dengan target SDGs 2030 dan program PHTC Presiden. Tingginya angka kejadian TB, mencapai 388 per 100.000 penduduk, mendorong pemerintah untuk mempercepat penanggulangannya.
Pemerintah berupaya mengurangi angka kejadian TB sebesar 50 persen pada 2025, menargetkan cakupan pengobatan 90 persen dengan tingkat keberhasilan 90 persen. Tantangan ini dihadapi dengan berbagai strategi, termasuk deteksi dini, pencegahan, promosi kesehatan, keterlibatan multisektor, dan pengobatan. Upaya ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Kementerian Desa.
Penyakit TB menjadi ancaman serius bagi penderita HIV dan merupakan penyebab utama kematian terkait resistensi antimikroba. Meskipun dapat dicegah dan diobati, masih terdapat 10,8 juta kasus TB di dunia pada 2023. Indonesia, dengan angka kejadian yang tinggi, berupaya keras untuk mengatasi masalah ini melalui berbagai program dan inovasi, termasuk penelitian vaksin TB.
Deteksi Dini dan Pencegahan TB
Deteksi dini kasus TB dilakukan melalui pemeriksaan rontgen dalam program aktif case finding (ACF) dan terintegrasi dengan program CKG. Insentif diberikan untuk deteksi kasus di FKTP, dan rumah sakit khusus dikembangkan untuk menangani TB resisten obat. Pemeriksaan juga dilakukan di area berisiko tinggi penularan TB, seperti lembaga pemasyarakatan (lapas).
Deputi Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menyatakan risiko penularan TB di lapas 10 kali lebih tinggi karena kepadatan penduduk yang tinggi. Banten, khususnya Kota Tangerang, mencatatkan penanganan TB terbaik, dengan sekitar 80 persen narapidana di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang telah mengonsumsi obat pencegahan TB. Program di Tangerang diharapkan dapat direplikasi daerah lain.
Upaya pencegahan TB meliputi penyediaan obat untuk pasien TB laten, penelitian vaksin TB, pelatihan terkait infeksi TB, kebijakan penyediaan TPT untuk kontak rumah tangga yang negatif TB, dan integrasi ACF dengan penyediaan TPT. Indonesia aktif dalam penelitian vaksin TB global, termasuk uji klinis vaksin 'TB M72'.
Penelitian Vaksin TB dan Peran Masyarakat
Indonesia berperan penting dalam pengembangan vaksin TB, dengan partisipasi dalam uji klinis vaksin 'TB M72'. Sebanyak 1.800 orang di Indonesia telah mengikuti uji klinis ini, dengan target 2.000 peserta. Vaksin ini bertujuan melindungi remaja dan dewasa dari TB, sebagai tindak lanjut vaksin BCG yang hanya efektif untuk bayi.
Penelitian vaksin TB M72 melibatkan beberapa institusi, seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan RS Persahabatan. Penelitian ini merupakan bagian dari studi global yang diikuti lima negara, termasuk Indonesia, Afrika Selatan, Kenya, Zambia, dan Malawi. Kementerian Kesehatan juga mendorong masyarakat untuk melaporkan kasus TB guna meningkatkan akurasi data dan mempermudah penanganan.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menghilangkan stigma, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Desa dan PDT dalam program Desa Siaga TB, mengalokasikan dana desa untuk penanggulangan TB. Upaya edukasi juga dilakukan melalui pelaporan isu TB terkini, peningkatan layanan kesehatan, perlindungan sosial bagi penderita TB, dan advokasi kebijakan.
Peran Gizi dan Tantangan Resistensi Obat
Pemenuhan gizi juga menjadi sorotan dalam upaya pencegahan TB. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan masalah gizi, seperti malnutrisi, dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi TB, dan risiko reaktivasi TB laten. Di Indonesia, 80 persen anak menghadapi tantangan gizi.
Program MBG digalakkan untuk meningkatkan imunitas tubuh. BPOM turut mengawasi sebagai bagian dari upaya pencegahan TB. Salah satu tantangan dalam eliminasi TB adalah adanya TB sensitif obat (TBSO) dan TB resisten obat (TBRO). TBRO disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk misdiagnosis, protokol pengobatan yang tidak memadai, dan penggunaan obat yang tidak teratur.
Tingkat keberhasilan pengobatan TBSO pada 2024 mencapai 84 persen, sedangkan TBRO hanya 58 persen, di bawah target 90 persen untuk TBSO dan 80 persen untuk TBRO. Resistensi antimikroba (AMR) ini menekankan perlunya obat-obatan baru. Beberapa jenis obat diharapkan dapat mengatasi masalah ini, tetapi efikasi masih perlu diuji. BPOM berkomitmen untuk memastikan ketersediaan antibiotik untuk pengobatan TB.
Perjuangan untuk bebas TB masih panjang. Namun, upaya konsisten, kolaboratif, dan masif dapat mempercepat upaya global untuk memberantas penyakit ini.