Pilkada Banjarbaru 2024: Ahli Hukum Kritik Putusan KPU, Suara Rakyat Dinilai Tak Dihormati
Mantan Ketua Bawaslu dan pakar hukum tata negara mengkritik keras keputusan KPU Kota Banjarbaru yang menyatakan suara untuk pasangan calon diskualifikasi sebagai tidak sah, sehingga dinilai tidak menghormati suara rakyat dalam Pilkada 2024.
![Pilkada Banjarbaru 2024: Ahli Hukum Kritik Putusan KPU, Suara Rakyat Dinilai Tak Dihormati](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/07/220230.884-pilkada-banjarbaru-2024-ahli-hukum-kritik-putusan-kpu-suara-rakyat-dinilai-tak-dihormati-1.jpeg)
Jakarta, 7 Februari 2025 - Sidang sengketa hasil Pilkada Kota Banjarbaru 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti keputusan kontroversial Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru. Keputusan tersebut menetapkan suara yang diberikan kepada pasangan calon yang didiskualifikasi sebagai suara tidak sah. Hal ini menimbulkan kritik tajam dari para ahli yang dihadirkan dalam persidangan.
Suara Rakyat Terabaikan?
Bambang Eka Cahya Widodo, mantan Ketua Bawaslu RI, menyatakan bahwa keputusan KPU tersebut tidak menghormati suara rakyat. "Keputusan tersebut tidak menghormati suara rakyat yang genuine (murni) yang sudah diberikan dengan benar menjadi tidak bernilai dan menjadi sampah," tegas Bambang dalam sidang perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025.
Ia menambahkan bahwa langkah KPU bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip pemilihan umum. Dengan hanya satu pasangan calon yang tersisa setelah diskualifikasi pasangan Aditya-Said, pemilih praktis kehilangan kebebasan memilih. "Menjadi pertanyaan di sini, KPU melayani siapa sebenarnya? Sebab kalau dibilang melayani rakyat (yang) menggunakan hak pilih, nyatanya hak pilih yang digunakan secara benar dan bertanggung jawab justru tidak mempunyai nilai di mata KPU sebagai penyelenggara," ujar Bambang.
Bambang juga mengkritik alasan KPU terkait kurangnya waktu untuk mencetak surat suara baru. Menurutnya, penundaan pemungutan dan penghitungan suara seharusnya menjadi opsi yang dipertimbangkan, meskipun berisiko. "Tentu saja pilihan ini menimbulkan risiko. Akan tetapi, pilihan ini, menurut hemat saya, jauh lebih baik daripada memaksakan (pemilihan) serentak, tetapi justru mengorbankan hak pilih warga yang telah menggunakan haknya dengan benar," jelasnya.
Esensi Pemilihan Hilang?
Senada dengan Bambang, Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara Universitas Gadah Mada, menilai Pilkada Kota Banjarbaru telah kehilangan esensi pemilihan. Dengan seluruh suara untuk pasangan calon nomor urut 2 dinyatakan tidak sah, pasangan nomor urut 1, Erna Lisa Halaby dan Wartono, otomatis menang meskipun hanya memperoleh sedikit suara.
"Kita contohkan ada 1.000 populasi, 999 orang memilih pasangan calon nomor 2. Hanya satu orang memilih pasangan nomor 1, tetap saja nomor 1 dimenangkan. Pemilihan macam apa yang mau dibawa ketika 99,99 persen orang tidak setuju dengan itu, tetapi tetap saja diambil satu orang?” ucap Zainal Arifin Mochtar.
Pilkada Kota Banjarbaru diikuti dua pasangan calon: Erna-Wartono dan Aditya-Said. Namun, pasangan Aditya-Said didiskualifikasi KPU pada 31 Oktober 2024 berdasarkan rekomendasi Bawaslu atas dugaan pelanggaran administratif. Meskipun demikian, KPU tidak menerapkan sistem kotak kosong, sehingga suara yang ditujukan kepada Aditya-Said dinyatakan tidak sah.
Hasil Pilkada dan Dampaknya
Hasil penghitungan suara menunjukkan Erna-Wartono memperoleh 36.135 suara, sementara suara tidak sah mencapai angka yang signifikan, yaitu 78.736 suara. Perbedaan jumlah suara yang signifikan ini semakin memperkuat argumen para ahli tentang ketidakadilan proses Pilkada tersebut. Perkara ini sendiri dimohonkan oleh Muhamad Arifin dari Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan.
Kasus Pilkada Banjarbaru ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas penyelenggaraan pemilu dan penghormatan terhadap hak pilih rakyat. Kritik dari para ahli hukum dan mantan pejabat Bawaslu ini mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap proses dan mekanisme Pilkada di Indonesia agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Kejadian ini juga menjadi sorotan bagi pengawasan dan perbaikan sistem pemilu di masa mendatang.
Kesimpulan
Kesimpulannya, putusan KPU Kota Banjarbaru dalam Pilkada 2024 menuai kontroversi dan kritik tajam dari para ahli. Keputusan tersebut dinilai telah mengabaikan suara rakyat dan melanggar prinsip-prinsip dasar demokrasi. Perkara ini menjadi sorotan penting bagi perbaikan sistem pemilu ke depannya agar suara rakyat benar-benar dihargai dan dihormati.