PPDB Semarang 2025 Tetap Berbasis Zonasi, Nilai Ambang Batas Diperketat
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Semarang tahun 2025 tetap menggunakan sistem zonasi dengan pengetatan nilai ambang batas untuk menghindari perdebatan.

Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Semarang untuk tahun 2025 mendatang dipastikan masih akan menggunakan sistem zonasi. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang, Erwan Rachmat, pada Selasa di Semarang, Jawa Tengah. Keputusan ini diambil setelah adanya evaluasi terhadap pelaksanaan PPDB tahun-tahun sebelumnya yang kerap menimbulkan perdebatan terkait nilai ambang batas penerimaan siswa.
Perdebatan tersebut terutama terjadi antara siswa yang berada di zona satu dan zona dua. Untuk mengatasi masalah ini, Disdik Kota Semarang memutuskan untuk memperketat nilai ambang batas penerimaan siswa. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir potensi konflik dan memastikan calon siswa diterima di sekolah yang sesuai dengan zonanya.
Menurut Erwan Rachmat, pengetatan nilai dilakukan agar tidak terjadi perdebatan saat penetapan penerimaan siswa di satuan pendidikan. "Kami buat nilainya berbeda sekalian agar memastikan calon siswa berada di wilayah yang layak diterima," jelasnya.
Sistem Zonasi dan Pengetatan Nilai Ambang Batas
Sistem zonasi dalam PPDB Kota Semarang bertujuan untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh siswa, khususnya yang tinggal di sekitar sekolah. Namun, dalam praktiknya, sistem ini seringkali menimbulkan permasalahan, terutama terkait perbedaan nilai ambang batas antara zona satu dan zona dua. Perbedaan nilai yang relatif kecil di tahun-tahun sebelumnya menyebabkan perdebatan dan ketidakpuasan dari beberapa pihak.
Untuk itu, Disdik Kota Semarang melakukan penyesuaian dengan memberikan jarak nilai yang lebih signifikan antara zona satu dan zona dua. "Sebelumnya, selisih nilai antara zona satu dan zona dua relatif kecil, sehingga menimbulkan perdebatan. Oleh karena itu, pada PPDB 2025, kami menetapkan jarak nilai yang lebih jauh, yaitu zona dua 25 dan zona satu 50," terang Erwan Rachmat. Dengan perbedaan yang lebih signifikan ini, diharapkan proses penerimaan siswa dapat berjalan lebih lancar dan transparan.
Pengetatan nilai ambang batas ini juga didasari oleh pengalaman PPDB tahun-tahun sebelumnya. "Walaupun jarak nilainya dekat, yaitu zona dua 40 dan zona satu 50, tapi yang zona dua itu dipastikan tidak bisa diterima mengingat minimal diterima di sekolah yang sesuai dengan zonasi harus minimal 50 poin," imbuhnya. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi perdebatan yang berpotensi menimbulkan masalah.
Kapasitas Rombongan Belajar Tetap Sama
Selain pengetatan nilai ambang batas, Disdik Kota Semarang juga memastikan bahwa kapasitas rombongan belajar (rombel) untuk tahun ajaran 2025 tetap sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini berarti tidak ada penambahan kapasitas rombel untuk TK, SD, maupun SMP. Untuk TK tetap 15 siswa per kelas, SD 28 siswa per kelas, dan SMP 32 siswa per kelas.
"Kapasitas rombel masih sama seperti tahun lalu," tegas Erwan Rachmat. Keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan berbagai faktor, termasuk ketersediaan sarana dan prasarana di masing-masing sekolah. Dengan demikian, diharapkan kualitas pembelajaran tetap terjaga meskipun jumlah siswa terus meningkat.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan proses PPDB 2025 di Kota Semarang dapat berjalan lebih lancar, transparan, dan adil bagi seluruh calon peserta didik. Sistem zonasi yang diperketat diharapkan mampu memberikan kesempatan yang sama bagi siswa dari berbagai wilayah untuk mengakses pendidikan yang berkualitas.