Putusan MK soal TSM di Pilkada 2024: Preseden Baik, Perlu Kajian Lebih Lanjut
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dalil pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pilkada 2024, menjadi preseden baik namun perlu kajian lebih lanjut terkait perbedaan pendekatan pada setiap kasus.

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini membuat putusan yang signifikan dengan mengabulkan dalil pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, dan Kabupaten Serang, Banten. Putusan ini diambil pada Senin, 24 Februari 2024, dan dinilai oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai preseden baik untuk masa mendatang. Namun, Perludem juga menyoroti perbedaan pendekatan MK dalam menangani kedua kasus tersebut, yang memerlukan kajian lebih lanjut.
Perludem, melalui peneliti Haykal, menyatakan bahwa putusan MK ini merupakan langkah progresif. Keberhasilan membuktikan dalil TSM, yang selama ini dianggap sulit, menunjukkan komitmen MK dalam menegakkan keadilan pemilu. Hal ini disampaikan Haykal dalam diskusi daring pada Kamis, 27 Februari 2024. Namun, Perludem juga menekankan pentingnya konsistensi MK dalam menerapkan pertimbangan hukum pada kasus-kasus serupa di masa depan.
Putusan MK ini memberikan dampak yang berbeda pada kedua daerah tersebut. Di Kabupaten Mahakam Ulu, MK memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan mendiskualifikasi pasangan calon pemenang, Owena Mayang Shari Belawan dan Stanislaus Liah. MK mendapati bukti bahwa pasangan calon tersebut melakukan kontrak politik dengan ketua RT dan memanfaatkan hubungan keluarga dengan Bupati Mahakam Ulu. Sementara di Kabupaten Serang, MK hanya memerintahkan PSU di seluruh TPS tanpa mendiskualifikasi pasangan calon Ratu Rachmatuzakiyah dan M. Najib Hamas, meskipun terbukti mendapatkan keuntungan dari keberpihakan kepala desa yang terkait dengan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Perbedaan Pendekatan MK dan Harapan Perludem
Perbedaan pendekatan yang diterapkan MK dalam kedua kasus tersebut menjadi sorotan utama Perludem. Di satu sisi, MK tegas mendiskualifikasi pasangan calon di Mahakam Ulu, sementara di sisi lain, pasangan calon di Serang hanya dikenai PSU tanpa diskualifikasi. Hal ini menurut Haykal perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan konsistensi penerapan hukum di masa depan. Bagaimana cara mengukur dan membuktikan TSM secara luas, terutama dengan keterbatasan bukti dan saksi dalam persidangan, menjadi poin penting yang harus dipertimbangkan.
Perludem mengapresiasi langkah progresif MK dalam menerima dalil TSM. Namun, organisasi ini berharap MK dapat lebih konsisten dalam pertimbangan hukumnya agar putusan-putusan selanjutnya dapat lebih terukur dan adil. Konsistensi ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemilihan umum dan penegakan hukum di Indonesia.
Dalam putusannya pada 24 Februari 2024, MK menyelesaikan 40 perkara sengketa Pilkada 2024. Sebanyak 26 perkara dikabulkan sebagian, sembilan perkara ditolak, dan lima perkara tidak dapat diterima. Dari 26 perkara yang dikabulkan, 24 perkara memerintahkan PSU, baik sebagian atau seluruh TPS, sementara dua perkara lainnya memerintahkan KPU untuk merekapitulasi ulang hasil perolehan suara dan memperbaiki penulisan SK hasil pilkada.
Implikasi Putusan MK terhadap Pilkada Mendatang
Putusan MK ini memiliki implikasi penting bagi penyelenggaraan pilkada di masa mendatang. Pengakuan terhadap dalil TSM memberikan landasan hukum yang kuat untuk menindak praktik-praktik kecurangan terstruktur yang sistematis dan masif. Namun, perbedaan pendekatan dalam penerapannya perlu mendapat perhatian serius agar tidak menimbulkan tafsir yang berbeda-beda dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Ke depannya, diharapkan adanya pedoman yang lebih jelas dan terukur dalam menentukan sanksi bagi pelanggaran TSM, sehingga proses pilkada dapat berjalan lebih demokratis dan transparan.
Perludem berharap MK dapat merumuskan pedoman yang lebih rinci terkait pembuktian dan penentuan sanksi untuk pelanggaran TSM. Dengan demikian, putusan MK ke depan akan lebih konsisten dan dapat diprediksi, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses pilkada. Hal ini penting untuk menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia dan memastikan Pilkada berjalan sesuai prinsip keadilan dan kejujuran.
Putusan MK ini menjadi tonggak penting dalam sejarah peradilan pemilu di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan pendekatan dalam penerapannya, putusan ini tetap memberikan harapan bagi terciptanya pilkada yang lebih bersih dan demokratis. Perludem dan pihak-pihak terkait lainnya diharapkan dapat terus mengawal dan mendorong agar MK konsisten dalam menerapkan prinsip keadilan dan transparansi dalam setiap proses peradilan pemilu di masa mendatang.