Putusan PTUN Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung Dinilai Kebablasan
Pakar Hukum Agraria Unpad menilai putusan PTUN Bandung terkait sengketa lahan SMAN 1 Bandung yang memenangkan Perkumpulan Lyceum Kristen kebablasan dan melampaui kewenangan.

Bandung, 21 April 2025 - Sebuah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang memenangkan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) dalam sengketa lahan SMAN 1 Bandung menuai kontroversi. Putusan tersebut memerintahkan penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan tersebut kepada PLK. Hal ini dinilai kebablasan oleh Guru Besar Hukum Agraria Unpad, Prof. Ida Nurlinda.
Putusan PTUN Bandung Nomor Perkara 164/G/2024/PTUN.BDG yang dijatuhkan pada 17 April 2025, membatalkan sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat, dan memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung untuk menerbitkan HGB baru atas nama PLK. Sengketa ini bermula dari gugatan PLK yang diajukan pada 4 November 2024.
Prof. Ida Nurlinda menjelaskan bahwa kewenangan PTUN semestinya hanya terbatas pada penetapan sah atau tidaknya penguasaan lahan oleh Pemprov Jabar, dalam hal ini SMAN 1 Bandung. Menurut beliau, perintah penerbitan HGB kepada PLK merupakan tindakan yang melampaui kewenangan pengadilan.
Putusan PTUN Dinilai Melewati Batas Kewenangan
Prof. Ida mempertanyakan dasar hukum yang digunakan PTUN Bandung untuk memberikan hak penguasaan lahan kepada PLK. Beliau berpendapat bahwa setelah mencabut hak pakai SMAN 1 Bandung, lahan seharusnya kembali menjadi milik negara. Negara kemudian yang berwenang untuk menerbitkan HGB, bukan pengadilan.
“Pengadilan itu hanya boleh memutuskan apakah penguasaan SMAN 1 Bandung itu berdasarkan hukum atau tidak. Sah atau tidak. Soal dalam tuntutan minta HGB itu hal lain, tapi juga apa itu masuk dalam gugatannya? Hanya menurut saya (ini) kebablasan,” jelas Prof. Ida.
Ia menambahkan, "Ketika pengadilan mencabut (hak pakai SMAN 1), maka tanah itu sebetulnya, harusnya menjadi dalam penguasaan negara. Dan negara yang kemudian harus mengeluarkan HGB-nya. Tapi kan ini seolah-olah hakim melakukan 'perintah-perintah' gitu maksudnya penguasaan. Di kasus PTUN itu pengadilan hanya boleh memutuskan apakah kepemilikan Hak Pakai oleh SMAN 1 itu sah atau tidak gitu," ucapnya.
Kronologi Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung
Dalam putusan PTUN, gugatan PLK dikabulkan seluruhnya. Eksepsi dari tergugat (Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kota Bandung) dan tergugat intervensi (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat) ditolak. Putusan tersebut membatalkan Sertipikat Hak Pakai atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan memerintahkan BPN Kota Bandung untuk menerbitkan HGB untuk PLK atas lahan seluas 8.450 m2.
PLK dalam gugatannya meminta agar sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dinyatakan batal dan dicabut. Mereka juga meminta BPN Kota Bandung untuk menerbitkan HGB atas nama PLK. Permintaan ini yang kemudian menjadi sorotan dan dinilai melampaui kewenangan PTUN oleh para ahli hukum.
Putusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kepastian hukum dan kewenangan lembaga peradilan dalam sengketa tanah. Perdebatan mengenai dasar hukum dan kewenangan PTUN dalam kasus ini masih terus berlanjut.
Analisis Putusan dan Implikasinya
Putusan PTUN ini memiliki implikasi yang luas, terutama terkait dengan kepastian hukum kepemilikan tanah di Indonesia. Para ahli hukum menyoroti pentingnya kajian mendalam terhadap dasar hukum dan kewenangan pengadilan dalam kasus-kasus serupa. Kejelasan regulasi dan prosedur hukum yang lebih rinci diperlukan untuk mencegah terjadinya putusan yang kontroversial di masa mendatang.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan. Masyarakat perlu mendapatkan akses yang mudah terhadap informasi terkait putusan pengadilan, sehingga dapat dilakukan pengawasan dan evaluasi yang objektif.
Ke depan, diharapkan adanya mekanisme yang lebih efektif untuk menyelesaikan sengketa lahan, yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas dan ketertiban dalam pengelolaan aset negara.