Regulasi Penyiaran Indonesia di ASEAN: Tertinggal atau Berinovasi?
Webinar akhir tahun KPI Pusat mengungkap posisi regulasi penyiaran Indonesia di ASEAN, membandingkannya dengan negara lain dan tantangan regulasi di era digital.
Jakarta, 8 Februari 2024 - Sebuah End Year of Digital Broadcasting Webinar yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat baru-baru ini menyoroti posisi regulasi penyiaran Indonesia di kawasan ASEAN. Webinar yang diikuti enam negara ASEAN ini menghadirkan regulator penyiaran dari Malaysia, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Kamboja, memberikan gambaran komparatif yang menarik.
Perbandingan Regulasi Penyiaran ASEAN
Perbandingan regulasi antar negara ASEAN menunjukkan perbedaan signifikan. Malaysia, misalnya, memiliki Communications and Multimedia Act 1998 yang cakupannya jauh lebih luas daripada UU 32 Tahun 2002 di Indonesia. Malaysia Communications and Multimedia Commission (MCMC) mengawasi telekomunikasi, penyiaran, aktivitas online, dan sektor digital lainnya, jauh melampaui kewenangan KPI yang terbatas pada televisi dan radio terestrial.
Thailand, dengan National Broadcasting and Telecommunications Commission (NBTC), juga memiliki wewenang yang lebih luas. NBTC mengatur seluruh layanan penyiaran dan telekomunikasi, termasuk alokasi frekuensi, perizinan, dan transisi digital. Filipina, melalui National Telecommunication Commission (NTC), juga memiliki kewenangan yang komprehensif atas industri telekomunikasi dan penyiaran, termasuk migrasi analog ke digital.
Myanmar, meskipun tengah menghadapi situasi politik yang kompleks, memiliki regulasi penyiaran yang relatif baru dan progresif, dengan dua regulator yang menangani alokasi spektrum dan pengawasan teknis. Sebaliknya, Kamboja masih tertinggal, tanpa badan khusus yang mengawasi industri penyiaran dan perlindungan regulasi yang memadai.
Indonesia sendiri masih mengandalkan UU No. 32 Tahun 2002. Upaya revisi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun masih terus diperjuangkan, dengan fokus pada penguatan KPI, pengawasan platform digital, dan audit rating.
Tantangan Regulasi di Era Digital
Webinar tersebut juga membahas isu strategis seperti perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan pengawasan konten di platform media sosial dan Over-The-Top (OTT). Ketiadaan regulasi AI berpotensi berdampak besar pada industri penyiaran, sementara pengawasan konten di platform digital masih menjadi tantangan bersama bagi negara-negara ASEAN.
Di Indonesia, perluasan wewenang KPI untuk mengawasi platform digital masih menimbulkan pro dan kontra. Revisi UU Penyiaran diharapkan dapat menjawab tantangan ini, tetapi prosesnya masih terus berlanjut. Apakah Indonesia akan menjadi negara pertama di ASEAN yang secara efektif mengatur platform digital raksasa? Pertanyaan ini masih terbuka.
Kesimpulan
Webinar KPI Pusat memberikan gambaran komprehensif tentang posisi regulasi penyiaran Indonesia di ASEAN. Perbandingan dengan negara lain menunjukkan bahwa Indonesia perlu memperkuat regulasi dan kewenangan lembaga penyiarannya untuk menghadapi tantangan era digital, termasuk perkembangan AI dan pengawasan konten di platform digital. Revisi UU Penyiaran menjadi kunci untuk menentukan arah Indonesia dalam persaingan regulasi penyiaran di kawasan ASEAN.
"Semangat untuk merevisi UU Penyiaran masih terus diperjuangkan," kata Amin Shabana, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan. "Komitmen anggota Komisi I DPR RI untuk menjadikan revisi UU Penyiaran sebagai prioritas utama patut diapresiasi."