Rekonstruksi Pembunuhan Jurnalis Juwita: Adegan Rudapaksa Tak Ditampilkan, Keluarga Minta Tes DNA
Rekonstruksi pembunuhan jurnalis Juwita tidak menampilkan adegan rudapaksa meskipun autopsi menunjukkan adanya sperma di rahim korban; keluarga korban meminta tes DNA untuk mengungkap kebenaran.

Pembunuhan jurnalis muda Juwita (23) di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada 22 Maret 2025, kembali menjadi sorotan setelah rekonstruksi kasus yang digelar oleh penyidik Denpomal Banjarmasin pada Sabtu lalu. Rekonstruksi yang melibatkan tersangka, oknum anggota TNI AL bernama Jumran, menampilkan 33 adegan, namun menghilangkan adegan dugaan rudapaksa, meskipun hasil autopsi menunjukkan adanya cairan putih (sperma) di rahim korban dan luka lebam di kemaluannya. Peristiwa ini terjadi di Jalan Trans Gunung Kupang, Cempaka, Banjarbaru, dan melibatkan seorang jurnalis media daring lokal yang telah memiliki UKW wartawan muda serta seorang anggota TNI AL berpangkat Kelasi Satu.
Ketidakhadiran adegan rudapaksa dalam rekonstruksi tersebut menimbulkan pertanyaan besar bagi kuasa hukum keluarga korban, Dedi Sugiyanto. "Padahal saat autopsi, terdapat cairan putih (sperma) volume cukup banyak di bagian rahim dan luka lebam di kemaluan korban. Ini masih menjadi pertanyaan, apakah sperma ini milik tersangka?" ujar Dedi. Ia menekankan bahwa jika tersangka memang melakukan rudapaksa, seharusnya ada petunjuk dalam rekonstruksi. Namun, karena berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka bersifat rahasia, tim kuasa hukum belum mengetahui keterangan lengkap tersangka.
Rekonstruksi memberikan gambaran kronologi pembunuhan, mulai dari pertemuan korban dan tersangka hingga pembuangan jasad korban di pinggir jalan. Meskipun demikian, keluarga korban melalui kuasa hukumnya mendesak pihak penyidik untuk melakukan tes DNA terhadap cairan yang ditemukan di rahim korban di laboratorium forensik Surabaya atau Jakarta guna memastikan apakah sperma tersebut milik Jumran atau bukan. Dugaan rudapaksa dinilai cukup kuat berdasarkan hasil autopsi yang menunjukkan adanya sperma dalam volume banyak dan luka lebam di area kemaluan korban.
Dugaan Rudapaksa dan Permintaan Tes DNA
Kuasa hukum keluarga korban menyoroti fakta bahwa rekonstruksi hanya berdasarkan keterangan sepihak dari tersangka. Oleh karena itu, perlu penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan apakah ada indikasi rudapaksa dan kemungkinan keterlibatan orang lain. "Kami meminta penyidik menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengetahui sperma itu milik siapa. Setelah rekonstruksi ini, semoga semua fakta terungkap, terutama motif pelaku apa sehingga tega menghabisi nyawa korban," tegas Dedi.
Penyidik Denpomal Banjarmasin telah memeriksa 10 saksi. Dalam rekonstruksi, satu saksi yang mengetahui keberadaan tersangka di TKP dihadirkan. Proses rekonstruksi berlangsung lebih dari satu jam, dan penyidikan masih berlanjut untuk memproses tersangka sesuai hukum yang berlaku. Pihak Penerangan Lanal Banjarmasin menyatakan bahwa pelaku dan barang bukti akan diserahkan ke Oditur Militer (ODMIL) untuk persidangan terbuka.
Tersangka Jumran, yang sebelumnya berdinas di Lanal Balikpapan, telah ditahan di Denpomal Banjarmasin selama 20 hari sejak 28 Maret 2025. Korban, Juwita, merupakan jurnalis media daring lokal yang telah memiliki UKW wartawan muda. Jasad korban ditemukan di tepi jalan dengan sejumlah luka lebam di leher, dan ponselnya tidak ditemukan di lokasi kejadian. Awalnya, kasus ini diduga sebagai kecelakaan tunggal, namun warga yang menemukan korban pertama kali tidak melihat tanda-tanda kecelakaan lalu lintas.
Proses Hukum dan Perkembangan Kasus
Setelah rekonstruksi, proses hukum akan berlanjut ke tahap persidangan di Oditur Militer. Keluarga korban berharap agar tes DNA segera dilakukan untuk mengungkap fakta sebenarnya terkait dugaan rudapaksa. Kasus ini menyoroti pentingnya investigasi yang menyeluruh dan transparan dalam kasus pembunuhan, khususnya yang melibatkan dugaan kekerasan seksual. Kejelasan motif pembunuhan juga masih menjadi pertanyaan utama yang perlu diungkap dalam persidangan mendatang.
Proses hukum yang transparan dan adil sangat diharapkan oleh keluarga korban dan publik. Pengungkapan seluruh fakta, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain dan motif pembunuhan, menjadi kunci penting dalam memberikan keadilan bagi Juwita. Kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan bagi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Dengan adanya rekonstruksi dan proses hukum yang masih berjalan, diharapkan kasus pembunuhan jurnalis Juwita dapat terungkap secara tuntas dan pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. Perhatian publik terhadap kasus ini diharapkan dapat mendorong penegak hukum untuk bekerja secara profesional dan transparan dalam mengungkap kebenaran.