Sampah Pangan di Indonesia Rugikan Ekonomi hingga Rp551 Triliun per Tahun
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan sampah pangan di Indonesia menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp551 triliun per tahun, setara dengan 4-5 persen PDB, dan menyerukan kolaborasi untuk mengurangi pemborosan makanan.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) baru-baru ini mengumumkan bahwa tingginya angka sampah pangan di Indonesia telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat signifikan, diperkirakan mencapai Rp551 triliun per tahun. Hal ini disampaikan oleh Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas, Nita Yulianis, dalam sebuah forum yang membahas isu pariwisata berkelanjutan. Kerugian tersebut setara dengan 4-5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sebuah angka yang mengkhawatirkan.
Menurut data yang dipaparkan, Indonesia membuang sampah makanan antara 23 juta hingga 48 juta ton setiap tahunnya. Dampaknya tidak hanya dirasakan dari sisi ekonomi, tetapi juga lingkungan, terutama terkait emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi sampah pangan menjadi sangat penting dan mendesak.
Pernyataan ini disampaikan pada Jumat lalu di Jakarta, menekankan urgensi kolaborasi berbagai pihak, termasuk sektor pariwisata, untuk mengatasi masalah ini. Nita Yulianis mengajak semua pihak untuk mengambil peran aktif dalam mengurangi sisa pangan, khususnya di sektor pariwisata, demi mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Upaya Pengurangan Sampah Pangan
Bapanas telah berupaya aktif mengurangi sampah pangan melalui Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) sejak tahun 2022. Gerakan ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari akademisi, pelaku bisnis, masyarakat, pemerintah, hingga media. Tujuannya adalah untuk mengurangi sisa pangan secara terukur dan berkelanjutan.
Sebagai bentuk komitmen nyata, Bapanas telah menjalin kerja sama dengan enam asosiasi di bidang retail, perhotelan, restoran, pusat perbelanjaan, industri pangan, dan katering. Selain itu, Bapanas juga berkolaborasi dengan tiga penggiat pangan atau bank pangan, yaitu Foodbank of Indonesia (FOI), FoodCycle Indonesia, dan Yayasan Surplus Peduli Pangan.
Kerja sama ini difokuskan pada upaya pencegahan dan redistribusi pangan berlebih yang masih layak konsumsi. Pangan yang masih layak akan didistribusikan kepada lembaga penyelamat pangan, memastikan pangan tersebut sampai ke penerima manfaat dengan standar keamanan pangan yang terjamin. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, juga menekankan pentingnya komitmen bersama untuk mengatasi masalah susut dan sisa pangan.
Efisiensi di Sektor Pariwisata
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa, turut memberikan perhatian pada masalah ini. Ia menekankan pentingnya manajemen efisiensi di sektor pariwisata untuk mengurangi pemborosan pangan. "Bagaimana kita mengurangi waste kelebihan makanan ketika sudah jadi, di hotel ataupun restoran atau bahkan sebelum mereka masak sudah bisa mengefisiensi di dalam pengelolaan bahan bakunya," ujar Rizki.
Rizki menambahkan bahwa perlu adanya mekanisme yang efektif untuk mengurangi pemborosan pangan, baik sebelum maupun setelah makanan diolah. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengurangan sampah pangan membutuhkan komitmen dan strategi yang terintegrasi dari berbagai sektor, termasuk sektor pariwisata.
Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan oleh Bapanas serta dukungan dari Kementerian Pariwisata menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah sampah pangan. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat dan pelaku usaha di berbagai sektor.
Kerugian ekonomi yang mencapai ratusan triliun rupiah akibat sampah pangan merupakan alarm bagi Indonesia. Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, diharapkan masalah sampah pangan ini dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan, demi ketahanan pangan dan perekonomian Indonesia.