Tarif Air Jakarta Naik: Akademisi Nilai Layak, DPRD Beri Kritik
Kenaikan tarif air PAM Jaya di Jakarta menuai pro dan kontra; akademisi menilai kenaikan layak karena perbaikan infrastruktur, sementara DPRD menyoroti kualitas layanan yang belum optimal dan profitabilitas PAM Jaya.
![Tarif Air Jakarta Naik: Akademisi Nilai Layak, DPRD Beri Kritik](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/010024.653-tarif-air-jakarta-naik-akademisi-nilai-layak-dprd-beri-kritik-1.jpg)
Kenaikan tarif air bersih di Jakarta yang diterapkan mulai Januari 2025 telah menimbulkan perdebatan. Akademisi dan anggota DPRD DKI Jakarta memiliki pandangan berbeda terkait kebijakan ini. Fernando Emas dari Universitas 17 Agustus menyatakan kebijakan tersebut layak, sementara Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta meminta penundaan.
Fernando berpendapat kenaikan tarif sudah seharusnya dilakukan mengingat terakhir kali penyesuaian terjadi 17 tahun lalu. Ia menekankan pentingnya peningkatan kualitas layanan PAM Jaya sebagai imbangan kenaikan tarif. Hal ini meliputi pengurangan kebocoran air, perluasan jaringan pipa untuk mencapai target 100 persen akses air perpipaan pada 2030, serta peningkatan kualitas air bersih itu sendiri.
PAM Jaya, sebagai perusahaan daerah milik Pemprov DKI Jakarta, menurut Fernando, berhak menyesuaikan tarif, terutama karena tengah membangun infrastruktur untuk meningkatkan kualitas air. Investasi infrastruktur ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan bagi masyarakat Jakarta.
Namun, tanggapan terhadap kebijakan ini tidak seragam. Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Francine, menyoroti masih rendahnya kualitas pelayanan air bersih di Jakarta. Banyak warga masih mengeluhkan air keruh, berbau, debit air kecil, dan jadwal aliran air yang tidak menentu.
Francine juga mempertanyakan urgensi kenaikan tarif mengingat profitabilitas PAM Jaya yang tinggi. PAM Jaya mencatatkan laba hingga Rp1,2 triliun pada 2023 dan membagikan dividen Rp62 miliar ke Pemprov DKI Jakarta. Meskipun demikian, masalah kebocoran air masih menjadi kendala utama, dengan angka Non Revenue Water (NRW) yang tinggi, berkisar 42-46 persen sejak 2017.
Fernando menanggapi kritik tersebut dengan mengajak DPRD DKI untuk mempertimbangkan perspektif PAM Jaya. Ia menyarankan agar anggota dewan tidak hanya berfokus pada aspirasi masyarakat, tetapi juga mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil oleh eksekutif dalam konteks perbaikan infrastruktur dan peningkatan layanan.
Ia menekankan perlunya kajian menyeluruh untuk menemukan solusi yang tepat, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan upaya PAM Jaya dalam meningkatkan kualitas layanan. Menurutnya, solusi ideal akan menyeimbangkan kebutuhan masyarakat akan akses air bersih berkualitas dengan keberlanjutan finansial PAM Jaya.
Perdebatan ini menyoroti kompleksitas kebijakan publik di sektor air bersih. Di satu sisi, investasi infrastruktur membutuhkan pendanaan yang memadai. Di sisi lain, masyarakat menuntut peningkatan kualitas layanan sebelum kenaikan tarif diberlakukan. Oleh karena itu, transparansi dan dialog yang berkelanjutan antara PAM Jaya, DPRD, dan masyarakat sangat penting untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan.