Terungkap! Karantina Sulut Amankan 800 Kilogram Daging Celeng Tanpa Dokumen di Pelabuhan Bitung
Karantina Sulut berhasil melakukan penahanan daging celeng seberat 800 kilogram di Pelabuhan Bitung. Apa bahaya di balik komoditas ilegal ini bagi kesehatan dan peternakan?

Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sulawesi Utara (Karantina Sulut) berhasil menahan 800 kilogram daging celeng. Penahanan ini dilakukan di Pelabuhan Samudera Bitung pada 12 Agustus 2025. Komoditas tersebut ditahan karena tidak dilengkapi dokumen persyaratan yang sah.
Penahanan daging celeng ini berawal dari kecurigaan petugas Karantina Sulut. Mereka menemukan 10 boks stirofoam di atas kapal KM Sabuk Nusantara 59 saat melakukan pengawasan rutin. Pemilik komoditas tidak dapat menunjukkan sertifikat karantina dari daerah asal.
Tindakan ini merupakan bagian dari upaya Karantina Sulut untuk mencegah penyebaran penyakit berbahaya. Penyelundupan daging celeng dapat membawa risiko seperti Demam Babi Afrika (ASF) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Pemilik mengaku tidak mengetahui prosedur karantina yang berlaku.
Kronologi Penemuan dan Tindakan Karantina
Petugas Karantina Sulut melakukan pengawasan rutin di Pelabuhan Samudera Bitung. Mereka mencurigai 10 boks stirofoam yang ada di atas kapal KM Sabuk Nusantara 59. Setelah dilakukan pemeriksaan, boks tersebut dipastikan berisi daging celeng.
Pemilik komoditas tersebut tidak dapat menunjukkan dokumen persyaratan yang diwajibkan. Sertifikat karantina dari daerah asal, yaitu Pulau Falabisahaya, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, tidak tersedia. Pemilik mengaku tidak mengetahui prosedur karantina saat akan mengirimkan daging babi hutan tersebut.
Atas dasar ketidaklengkapan dokumen, petugas Karantina Sulut segera melakukan tindakan penahanan. Selanjutnya, komoditas tersebut ditolak masuk ke Bitung. Daging celeng tersebut akan dikembalikan ke daerah asalnya sebagai tindakan karantina penolakan.
Karantina Sulut juga memberikan peringatan dan pembinaan kepada pemilik. Hal ini bertujuan agar setiap lalu lintas hewan, ikan, tumbuhan, maupun produknya, harus dilaporkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran dan tempat pemasukan, sesuai dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Ancaman Penyakit dan Perlindungan Sumber Daya Hayati
Kepala Karantina Sulut, Wayan Kertanegara, menjelaskan bahwa penyelundupan daging celeng tersebut berisiko tinggi. Komoditas ini dapat menyebarkan penyakit berbahaya seperti Demam Babi Afrika (ASF) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Penyakit-penyakit ini berpotensi merusak produktivitas ternak babi di wilayah Bitung dan sekitarnya.
Tindakan karantina ini sangat krusial untuk melindungi berbagai sektor. Ini mencakup sektor ekonomi lokal, kesehatan lingkungan, dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Pencegahan penyebaran penyakit adalah prioritas utama untuk menjaga stabilitas daerah.
Penyakit-penyakit yang dibawa oleh komoditas ilegal dapat menimbulkan kerugian besar. Dampaknya bisa meluas dari sektor peternakan hingga kesehatan publik. Karantina Sulut berupaya keras menjaga wilayah dari ancaman biologis ini demi keberlangsungan hidup masyarakat dan ekosistem.
Data Penahanan dan Imbauan kepada Masyarakat
Berdasarkan data Karantina Sulut, dari Januari hingga 12 Agustus 2025, telah dilakukan 140 kali tindakan karantina penahanan. Tindakan ini diterapkan terhadap berbagai komoditas yang masuk ke wilayahnya namun tidak memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.
Wayan Kertanegara juga mengimbau masyarakat untuk turut serta dalam upaya perlindungan sumber daya alam hayati. Partisipasi aktif warga sangat diharapkan, terutama di Bitung dan seluruh Sulawesi Utara. Kesadaran kolektif menjadi kunci utama.
Masyarakat diimbau untuk melaporkan setiap lalu lintas komoditas hewan, ikan, tumbuhan, serta produknya. Pelaporan harus dilakukan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran dan pemasukan. Ini adalah langkah proaktif untuk menjaga keamanan hayati dan mencegah penyebaran penyakit.