KPK Panggil Notaris, Usut Kasus Korupsi SKIPI di KKP Rp61,54 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil notaris Christina Dwi Utami sebagai saksi terkait kasus korupsi pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) di KKP senilai Rp61,54 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pemanggilan kali ini menyasar seorang notaris, Christina Dwi Utami (CDU), yang diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu. Kasus ini telah menjerat dua tersangka dan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp61,54 miliar.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan CDU sebagai saksi merupakan bagian dari rangkaian proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK untuk mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus korupsi SKIPI. Langkah ini menunjukkan komitmen KPK untuk menuntaskan kasus ini dan membawa para pelaku ke meja hijau.
Kasus korupsi SKIPI sendiri telah memasuki babak baru dengan penetapan dua tersangka: Aris Rustandi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Amir Gunawan, Direktur Utama PT Daya Radar Utama. Keduanya diduga terlibat dalam penyimpangan pengadaan empat unit kapal SKIPI berukuran 60 meter pada tahun anggaran 2012-2016. Kerugian negara yang signifikan menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Pemeriksaan Notaris dalam Kasus Korupsi SKIPI
Pemanggilan notaris Christina Dwi Utami bukan yang pertama kali dalam konteks penyidikan kasus korupsi SKIPI. Sebelumnya, KPK juga telah memanggil notaris lain, Nedi Heryandi (NH), pada 15 April 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa peran notaris dalam proses pengadaan SKIPI dianggap penting untuk ditelusuri lebih lanjut oleh KPK.
Proses hukum terkait kasus ini terus bergulir. KPK secara intensif mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan saksi untuk memperkuat konstruksi perkara. Pemanggilan notaris ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai aliran dana dan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus korupsi tersebut.
Dengan adanya pemeriksaan terhadap notaris, KPK berupaya untuk melacak jejak transaksi dan dokumen-dokumen penting yang mungkin berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi. Hal ini menjadi bagian penting dalam upaya membangun rekonstruksi peristiwa dan memastikan keadilan ditegakkan.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kunci keberhasilan dalam memberantas korupsi. KPK berharap dengan pemeriksaan saksi-saksi, termasuk notaris, dapat mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat dalam kasus korupsi SKIPI ini.
Tersangka dan Pasal yang Dikenakan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Aris Rustandi dan Amir Gunawan. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Dengan adanya penetapan tersangka dan pasal yang dikenakan, KPK menunjukkan keseriusannya dalam menangani kasus ini dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Estimasi kerugian negara yang mencapai Rp61,54 miliar menjadi bukti nyata dampak buruk korupsi terhadap keuangan negara. Upaya pemulihan aset negara juga akan menjadi bagian penting dari proses hukum selanjutnya.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi negara dan masyarakat. KPK berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan para pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Masyarakat diharapkan untuk turut berperan aktif dalam mengawasi penggunaan anggaran negara dan melaporkan setiap indikasi penyimpangan.
Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip good governance dan anti-korupsi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.