220 Warga Binaan Lapas Cikarang Ikuti Seleksi Pesantren, Model Pembinaan Keagamaan Baru?
Sebanyak 220 warga binaan Lapas Cikarang mengikuti seleksi pembinaan Islam untuk pembentukan pondok pesantren di dalam lapas, sebuah program yang diharapkan menjadi model bagi lembaga pemasyarakatan lain.

Sebanyak 220 warga binaan di Lapas Kelas IIA Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengikuti seleksi ketat untuk program pembinaan keagamaan Islam. Seleksi ini merupakan langkah awal pembentukan pondok pesantren di lingkungan lapas, sebuah kolaborasi antara Lapas Cikarang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi. Program ini diluncurkan pada Jumat, 16 Mei 2024, dan menandai sebuah upaya inovatif dalam pembinaan narapidana.
Kepala Lapas Kelas IIA Cikarang, Urip Dharma Yoga, menjelaskan bahwa seleksi meliputi tes kemampuan membaca Al-Quran, pemahaman kitab kuning, dan pemahaman dasar-dasar keislaman. Dari total peserta, 200 orang merupakan warga binaan laki-laki dan 20 lainnya perempuan. "Kegiatan ini menjadi tahap awal pembentukan pesantren di lingkungan lapas," kata Urip. Ia menambahkan bahwa program pesantren ini bertujuan memberikan pembinaan holistik kepada warga binaan, membekali mereka dengan ilmu agama sebagai bekal kehidupan setelah bebas.
Fasilitas untuk kegiatan pembinaan, termasuk nantinya untuk pondok pesantren, telah tersedia di Gedung Pesantren Al Islah yang telah beroperasi sejak 2019. Program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi para warga binaan, membantu mereka untuk memperbaiki diri dan kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik. Proses seleksi yang dilakukan secara bertahap mempertimbangkan kemampuan dan kondisi psikologis masing-masing peserta.
Seleksi Bertahap dan Kurikulum Terpadu
Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat pada Kantor Kemenag Kabupaten Bekasi, Nedi Junaedi, menjelaskan bahwa seleksi dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing warga binaan. "Mereka yang belum bisa membaca Al-Quran akan dibina dari dasar, sementara yang sudah mahir akan diarahkan ke program tahfidz atau kajian kitab kuning," jelasnya. Pendekatan ini memastikan bahwa semua peserta mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.
Proses pembelajaran akan dirancang secara terstruktur dan komprehensif, mencakup berbagai aspek keagamaan. Kurikulum yang akan diterapkan akan dirancang dengan cermat untuk memastikan efektivitas program dan memberikan manfaat maksimal bagi para peserta. Program ini tidak hanya fokus pada aspek keagamaan semata, tetapi juga memperhatikan aspek pengembangan diri dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan setelah menjalani masa hukuman.
Dukungan penuh diberikan oleh Ketua MUI Kabupaten Bekasi, Prof. KH. Mahmud. MUI akan berpartisipasi aktif dalam penyusunan kurikulum dan penyediaan tenaga pengajar. "Peluncuran resmi program pesantren lapas direncanakan setelah seluruh proses seleksi dan asesmen selesai," ujar Prof. KH. Mahmud. Keikutsertaan MUI menjamin kualitas program dan kesesuaiannya dengan ajaran Islam.
Model Pembinaan untuk Lapas Lain
Program pesantren di Lapas Cikarang ini diharapkan menjadi model bagi lembaga pemasyarakatan lainnya di Indonesia. Prof. KH. Mahmud, yang juga Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung periode 2015-2023, menargetkan program ini dapat direplikasi di lapas-lapas lain. Hal ini menunjukkan potensi besar program ini dalam memberikan kontribusi signifikan terhadap pembinaan narapidana di seluruh Indonesia.
Dengan adanya program ini, diharapkan para warga binaan dapat memperoleh bekal ilmu agama yang kuat, serta keterampilan hidup yang bermanfaat untuk masa depan mereka. Program ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kriminalitas di masa mendatang, dengan membekali para mantan narapidana dengan bekal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan produktif.
Proses seleksi yang ketat dan terencana, serta dukungan dari berbagai pihak, menunjukkan komitmen yang kuat untuk keberhasilan program ini. Semoga program pesantren di Lapas Cikarang ini dapat menjadi contoh sukses bagi program pembinaan narapidana di Indonesia dan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat.