30 Pabrik Tapioka Lampung Patuh Aturan Harga Ubi, Pemerintah Pusat Diminta Segera Bertindak
30 pabrik tapioka di Lampung mendukung Instruksi Gubernur soal harga dasar ubi kayu Rp1.350/kg, namun pemerintah pusat diminta segera mengambil langkah untuk kebijakan nasional.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Sebanyak 30 pabrik tapioka di Provinsi Lampung telah mematuhi Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang harga dasar ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi maksimal 30 persen. Hal ini disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI), Welly Soegiono, pada Minggu, 11 Mei 2025. Kebijakan ini diambil untuk melindungi petani ubi kayu dari kerugian akibat harga yang fluktuatif dan rafaksi yang tidak adil. Dukungan dari pabrik-pabrik ini diharapkan dapat menstabilkan harga dan memastikan kesejahteraan petani.
Instruksi Gubernur ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas. Namun, masih ada beberapa pabrik yang belum patuh dan perlu dievaluasi. Kebijakan ini dianggap sebagai solusi sementara, dan diperlukan dukungan kebijakan nasional untuk keberlanjutannya. Pemerintah pusat didesak untuk segera mengambil keputusan untuk melindungi petani dan industri ubi kayu di Lampung.
Petani ubi kayu di Lampung, sebagai penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia, selama ini menghadapi ketidakpastian harga dan praktik rafaksi yang merugikan. Jika pemerintah pusat tidak segera bertindak, dikhawatirkan petani akan beralih ke komoditas lain, dan industri tapioka akan terdampak. Oleh karena itu, dukungan kebijakan nasional sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan usaha petani dan industri tapioka di Lampung.
Dukungan Pabrik Tapioka terhadap Instruksi Gubernur
Dari 18 perusahaan anggota PPTTI, seluruhnya menyatakan kesediaan untuk menjalankan Instruksi Gubernur Lampung terkait harga ubi kayu. "Kami sepakat dengan kebijakan Gubernur Lampung. Sebab tujuannya jelas agar usaha tetap berjalan dan petani juga tidak dirugikan. Semua anggota kami patuh, kecuali dua pabrik yang sedang tutup sementara karena overhaul atau dalam proses perbaikan serta pemeliharaan secara menyeluruh," jelas Welly Soegiono.
Meskipun sebagian besar pabrik telah patuh, masih ada tiga hingga empat pabrik yang belum mengikuti aturan. Hal ini menjadi perhatian serius bagi DPRD Provinsi Lampung yang akan segera melakukan evaluasi. "Kami mengapresiasi kepada 30 perusahaan yang sudah mengikuti aturan mengenai harga dan potongan sesuai Instruksi Gubernur Lampung. Akan tetapi masih ada tiga hingga empat perusahaan yang belum ikut aturan, dan ini akan segera dievaluasi. Sebab kami ingin seluruh pabrik patuh supaya sistem tata niaga adil," tegas Mikdar Ilyas.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk keberpihakan nyata kepada petani ubi kayu di Lampung. Pemerintah Provinsi Lampung dan DPRD Provinsi Lampung berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengeluarkan kebijakan nasional yang mendukung stabilitas harga ubi kayu dan keberlanjutan industri tapioka.
Peran Pemerintah Pusat dalam Menentukan Kebijakan Nasional
Mikdar Ilyas menjelaskan bahwa kewenangan penetapan larangan atau pembatasan impor tapioka berada di tangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Mengenai kewenangan penetapan larangan terbatas impor tapioka bukan berada di Kemenko Pangan, melainkan sepenuhnya berada di tangan Kemenko Perekonomian sebagai koordinator lintas sektor ekonomi. Kalau bicara harga di daerah, itu sudah selesai tapi sekarang kewenangan ada di pemerintah pusat. Ini mendesak jangan tunggu ekonomi global membaik dulu, lebih baik melihat dulu ekonomi petani di daerah," ucapnya.
Ia menekankan pentingnya pemerintah pusat untuk segera mengambil keputusan, bukan hanya fokus pada angka makro ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan hidup petani dan industri ubi kayu. "Kami mendorong pemerintah pusat segera mengambil keputusan. Ini bukan soal angka makro ekonomi, melainkan tentang keberlanjutan hidup petani dan industri ubi kayu di daerah," tambahnya.
Dengan adanya dukungan dari 30 pabrik tapioka, Pemerintah Provinsi Lampung dan DPRD Provinsi Lampung kini menunggu langkah nyata dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah ini. Kebijakan Gubernur Lampung hanyalah solusi sementara, dan diperlukan dukungan kebijakan nasional untuk menciptakan solusi jangka panjang dan berkelanjutan.
Pemerintah pusat diharapkan dapat segera mengeluarkan regulasi yang adil dan melindungi petani ubi kayu di Lampung, sekaligus memastikan keberlanjutan industri tapioka di Indonesia.