420 Guru PPG Gagal PPPK Pariaman: Pj Wako Beri Penjelasan
Pj Wali Kota Pariaman, Roberia, menjelaskan alasan 420 guru PPG dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam seleksi PPPK karena belum mengabdi di Pariaman.

Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) kembali menjadi sorotan setelah 420 guru Pendidikan Profesi Guru (PPG) dinyatakan gagal dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Penjabat (Pj) Wali Kota Pariaman, Roberia, memberikan klarifikasi terkait polemik ini yang sempat viral di media sosial. Keputusan tersebut diambil setelah adanya pertimbangan matang dan evaluasi menyeluruh terhadap proses seleksi.
Kegagalan ratusan guru PPG ini menimbulkan berbagai reaksi, terutama dari para guru yang merasa dirugikan. Pj Wako Roberia menegaskan bahwa keputusan ini diambil bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan pada kriteria dan aturan yang telah ditetapkan. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi PPPK ini.
Berbagai pertanyaan muncul seputar kebijakan ini, terutama mengenai keadilan dan kesempatan yang diberikan kepada para guru. Penjelasan yang diberikan oleh Pj Wako Roberia menjadi kunci pemahaman atas situasi yang berkembang. Artikel ini akan mengulas secara detail alasan di balik keputusan tersebut dan dampaknya terhadap proses seleksi PPPK di Pariaman.
Alasan 420 Guru PPG Dinyatakan TMS
Pj Wako Roberia menjelaskan bahwa ke-420 guru PPG tersebut dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena belum pernah mengabdi sebagai guru di Kota Pariaman. "Mereka satu jam pun tidak mengajar di Pariaman, lalu saya luluskan? Saya tidak mau menjadi orang yang kemudian saya menanggung beban itu," tegas Roberia. Hal ini menjadi poin krusial dalam keputusan yang diambil oleh pemerintah kota.
Roberia menambahkan bahwa ratusan guru PPG tersebut berasal dari berbagai daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan beberapa daerah lain di Sumatera Barat. Mereka mendaftar karena mendapat informasi bahwa Pariaman membuka seleksi PPPK untuk guru PPG. Namun, informasi tersebut ternyata keliru. Seleksi PPPK di Pariaman diprioritaskan untuk tenaga honorer yang telah mengabdi di daerah tersebut, baik yang berpendidikan tinggi maupun tamatan SD.
Lebih lanjut, Pj Wako menjelaskan bahwa pengangkatan PPPK di Pariaman saat ini difokuskan pada tenaga honorer yang telah berdedikasi untuk daerah tersebut. "Jadi sejak awal saya tidak membuka ruang itu (penerimaan guru PPG yang belum mengabdikan diri di Pariaman)," ujarnya. Roberia juga menyebutkan bahwa tenaga honorer yang baru mengabdi satu tahun di Pariaman saja tidak dinyatakan TMS, apalagi yang belum pernah mengabdi sama sekali.
Ia juga menekankan bahwa koordinasi dengan pemerintah pusat terkait PPG telah dilakukan. Menurutnya, terdapat kesalahan pemahaman produk kebijakan dari kementerian terkait oleh para guru PPG tersebut. Seleksi PPPK tahap II, di mana para guru PPG ini mendaftar, masih dalam tahap masa sanggah. Sebanyak 588 tenaga honorer di Pariaman yang mengikuti seleksi tahap I telah dilantik.
Penjelasan Lebih Lanjut dan Dampak Keputusan
Pj Wako Roberia juga menjelaskan kendala yang akan dihadapi Pemkot Pariaman jika menerima 420 guru PPG tersebut. Jika 100 orang saja yang lulus, Pemkot Pariaman akan kesulitan memposisikan mereka di sekolah negeri karena keterbatasan jumlah sekolah. "Jadi masyarakat banyak yang tidak tahu, mereka ikut seleksi tahap II. Bagaimana mereka dilantik sedangkan mereka tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi," imbuhnya.
Sebelumnya, perwakilan guru PPG telah melakukan audiensi dengan Pj Wako Pariaman. Namun, beredar narasi di media sosial yang menyatakan bahwa guru yang mengikuti seleksi PPPK di Pariaman batal dilantik. Narasi tersebut memicu komentar negatif terhadap Pemkot Pariaman. Kejadian ini menyoroti pentingnya klarifikasi dan komunikasi yang efektif dalam menangani isu publik.
Keputusan Pj Wako Roberia ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ada yang mendukung keputusan tersebut karena dinilai adil dan sesuai aturan, namun ada juga yang menilai keputusan tersebut merugikan para guru PPG yang telah mempersiapkan diri untuk seleksi. Peristiwa ini menjadi pembelajaran penting dalam pengelolaan seleksi PPPK ke depannya, khususnya dalam hal transparansi informasi dan manajemen komunikasi publik.
Pemerintah Kota Pariaman perlu memastikan informasi terkait seleksi PPPK tersampaikan dengan jelas dan akurat kepada seluruh calon peserta. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dan mencegah polemik serupa terjadi di masa mendatang. Transparansi dan komunikasi yang efektif menjadi kunci keberhasilan dalam setiap proses seleksi publik.