Akses PAUD di Indonesia Belum Merata, Kemendikbudristek Dorong Revisi UU Sisdiknas
Kemendikbudristek ungkap akses pendidikan anak usia dini (PAUD) belum merata di Indonesia, hanya 3 persen PAUD negeri, dan dorong revisi UU Sisdiknas untuk pemerataan akses.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan bahwa akses masyarakat terhadap layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia masih belum merata. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Gogot Suharwoto, menyampaikan hal ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Tentang Sisdiknas bersama Komisi X DPR pada Selasa di Jakarta. Pernyataan ini disampaikan sebagai masukan terkait wacana pemberlakuan program wajib belajar 13 tahun dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Gogot memaparkan bahwa berdasarkan evaluasi, terdapat 17.803 desa atau sekitar 21 persen dari total desa di Indonesia yang belum memiliki satuan PAUD. Ketidakmerataan ini, menurutnya, disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor utama adalah jumlah PAUD negeri yang sangat terbatas dibandingkan dengan PAUD swasta. Rasio PAUD negeri secara nasional saat ini hanya 3 persen, jauh di bawah rasio ideal yang seharusnya mencapai 10 persen.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk PAUD juga menjadi penyebab utama permasalahan ini. Gogot menambahkan bahwa anggaran untuk PAUD hanya 0,69 persen dari total anggaran pendidikan, atau hanya 0,20 persen dari total belanja negara. Situasi ini mempersulit upaya pemerataan akses PAUD di seluruh Indonesia. Selain itu, regulasi perizinan PAUD yang kurang fleksibel dan terintegrasi, serta tata kelola kelembagaan yang belum optimal juga turut memperburuk keadaan.
Perlu Perbaikan Regulasi dan Peningkatan Peran Pemerintah Daerah
Menyikapi permasalahan tersebut, Gogot menekankan perlunya revisi UU Sisdiknas untuk menata pengelolaan PAUD secara lebih konkret. Ia menyarankan agar RUU Sisdiknas mengatur sistem perizinan tunggal untuk multi layanan PAUD. Dengan sistem ini, satu penyelenggara dapat menyediakan layanan Taman Kanak-Kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), dan Taman Penitipan Anak (TPA) dalam satu atap. Sistem ini diharapkan dapat menyederhanakan proses perizinan dan meningkatkan efisiensi.
Lebih lanjut, Gogot juga mengusulkan agar RUU Sisdiknas mendorong dan mengatur optimalisasi peran serta komitmen pemerintah daerah dalam penganggaran dan perizinan satuan PAUD. Hal ini penting untuk memastikan ketersediaan anggaran yang cukup dan proses perizinan yang lebih mudah di tingkat daerah. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan jumlah PAUD negeri dan pemerataan akses PAUD di seluruh Indonesia.
Gogot menambahkan bahwa "Hasil evaluasi pelaksanaan PAUD, diantaranya ialah aksesnya yang juga belum merata, terdapat 17.803 atau 21 persen desa yang belum memiliki satuan PAUD." Pernyataan ini menegaskan urgensi revisi UU Sisdiknas untuk mengatasi ketimpangan akses pendidikan PAUD.
Ia juga menyoroti pentingnya meniadakan pembagian PAUD formal dan nonformal dalam rangka menyederhanakan sistem dan meningkatkan efisiensi pengelolaan PAUD.
Tantangan Pemerataan Akses PAUD
- Jumlah PAUD negeri yang terbatas (hanya 3 persen dari total PAUD).
- Rendahnya alokasi anggaran PAUD dari pemerintah daerah (0,69 persen dari total anggaran pendidikan).
- Regulasi perizinan yang kurang fleksibel dan terintegrasi.
- Tata kelola kelembagaan yang belum optimal.
Dengan adanya revisi UU Sisdiknas yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut, diharapkan akses terhadap PAUD dapat lebih merata di seluruh Indonesia, sehingga anak-anak di seluruh wilayah Indonesia dapat menikmati pendidikan usia dini yang berkualitas.
Revisi UU Sisdiknas diharapkan mampu menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan akses PAUD yang tidak merata dan memastikan terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh anak Indonesia.